JAYAPURA, linkpapua.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menginisiasi dan meresmikan lahirnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perkumpulan Bantuan Hukum Pers Tanah Papua (PBHPTP). Lembaga ini akan berperan dalam membela hak-hak jurnalis yang mengalami kekerasan di Tanah Papua.
“Ketika kita menganalisis ke awal, Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers ditetapkan dengan dasar pertimbangan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat,” ujar Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura, Lucky Ireuw, Jumat (10/12/2021).
Menurut Lucky, lahirnya PBHPTP menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin.
Ia mengungkapkan, salah satu pekerjaan rumah terbesar Indonesia sejak 1969 hingga kini adalah kondisi kebebasan pers di Papua. Dari data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat ada 114 kasus kekerasan yang dialami jurnalis di Papua sepanjang 20 tahun terakhir sejak 2000 hingga 2021.
“Kasus kekerasan terhadap pers inilah yang menjadi permasalahan besar di dalam dunia jurnalis di indonesia, termasuk di Papua. Laporan hasil Survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Nasional oleh Dewan Pers, dalam 4 tahun terkahir (2017-2020), berturut-turut Papua menempati urutan terakhir nilai IKP dengan kategori kemerdekaan Pers Agak Bebas hingga Cukup Bebas,” paparnya.
Salah satu penyebabnya karena masih kerap terjadi kasus kekerasan terhadap jurnalis di Papua. Kekerasan dimaksud bukan saja dalam bentuk kekerasan fisik, tetapi juga juga psikis, berupa ancaman, intimidasi, pelarangan, berbagai bentuk serangan digital baik kepada pribadi jurnalis maupun media, hingga terror yang mengancam kerja-kerja jurnalistik dan kemerdekaan Pers di Papua dan Papua Barat.
Kata Lucky, dari sejumlah kasus yang dialami jurnalis di Papua, sebagian tidak tertangani dengan baik. Bahkan ada yang tidak jelas penyelesaiannya.
“Kondisi ini mengindikasikan tidak adanya jaminan dan kepastian hukum, dan rasa keadilan bagi jurnalis yang menjadi korban kekerasan,” kata Lucky.
Dengan situasi itu, maka memang diperlukan sebuah organisasi atau lembaga yang tentu saja fokus melakukan advokasi terhadap situasi jurnalis Papua.
Dimana, PBH Pers Tanah Papua tidak saja hadir untuk memberikan manfaat bagi semua jurnalis cetak maupun elektronik di Tanah Papua, tetapi juga penerima manfaat tidak langsung adalah pemerintah RI, dan pemerintah daerah, termasuk di dalamnya unsur legislatif, yudikatif, TNI-Polri, organisasi masyarakat sipil, masyarakat adat dan masyarakat di Tanah Papua pada umumnya.
“Tujuan akhir dari kehadiran lembaga ini adalah terwujudnya keadilan bagi Jurnalis dan Kebebasan Pers di Tanah Papua,” imbuh Lucky. (*/Red)