DOHA, linkpapua.com – Maroko diyakini akan tampil defensif saat kontra Prancis dini hari nanti. Singa Atlas akan kembali memainkan sepakbola negatif untuk meredam Les Blues.
Gaya bermain Maroko memang banyak dikecam. Sepakbola negatif yang mereka mainkan dianggap terlalu konservatif.
Maroko memainkan sepakbola bertahan. Hanya sesekali menyerang. Dengan pertahanan grendel, Maroko sangat sulit ditembus.
Transisi mereka dalam bertahan ke menyerang juga sangat minim. Saat diserang, mereka memarkir hampir seluruh pemain di sepertiga lapangan. Pemain-pemain Maroko juga ditunjang oleh fisik yang prima.
Pelatih Maroko, Walid Regragui tak ambil pusing dengan tudingan main bertahan yang disematkan kepada timnya di Piala Dunia 2022. Menurutnya, sepakbola berhak dimainkan dengan gaya apa saja, asal berujung kemenangan.
Maroko, di luar dugaan banyak orang, mampu menyingkirkan Belgia, Spanyol, hingga Portugal untuk mencapai semi final Piala Dunia 2022. Singa Atlas menjadi negara Afrika pertama yang mampu menembus fase ini.
Meski begitu, keberhasilan Achraf Hakimi dkk tak lepas dari cibiran. Penyebabnya adalah sepakbola negatif yang mereka mainkan sepanjang turnamen. Seperti melawan Portugal di delapan besar, Maroko cenderung bermain bertahan selepas unggul.
Regragui menilai sentimen yang dialamatkan kepada timnya tidaklah masuk akal. Ia mencontoh Prancis, calon lawan Maroko di semifinal, yang juga cenderung bermain bertahan saat mengalahkan Inggris 2-1 di babak delapan besar.
“Kami akan bermain dengan cara yang kami tahu. Bagaimana bisa penguasaan bola membuatmu bermimpi! 70 persen penguasaan bola hanya untuk dua kali menembak ke gawang? Saya akan bilang ke (Gianni) Infantino untuk memberi poin kepada tim yang memiliki 60 persen penguasaan bola,” celetuk Regragui, dikutip Marca.
“Kami bermain untuk menang, bukan untuk menguasai bola lama-lama. Jika kami bisa melakukannya ya tidak apa-apa, kita akan lihat nanti, dan kami akan berupaya melakukan segala cara agar tidak kalah. Namun rasanya kami tak akan diberi penguasaan bola.”
“Manchester City tampil dengan 70 persen penguasaan bola, tapi kalian lihat para pemain yang mereka punya? Dengan kehadiran Kevin de Bruyne dan Bernardo Silva, kalian bisa menguasai bola.”
“Mereka bicara soal tiki-taka, dan kalau memang punya pemain yang bisa melakukannya maka tak masalah. Saya tahu banyak orang Eropa yang mengkritisi gaya main kami. Kami harus menang demi Afrika, demi negara-negara yang sedang berkembang.”
“Gaya main sepakbola tidak cuma satu. Lihatlah Prancis saat melawan Inggris, mereka tak banyak menguasai bola tapi menang. Mereka yang terbaik. Prancis di 2018 membuat saya bermimpi. Didier Deschamps adalah yang terbaik di dunia,” jelas Regragui. (*/Red)