MANOKWARI, Linkpapua.com– Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPR PB) meminta pemerintah pusat menghentikan program transmigrasi nasional. Keputusan DPR PB menuai dukungan dari berbagai kalangan.
Hal ini menjadi pembahasan pada rapat dengar pendapat (RDP) yang melibatkan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Papua Barat, serta perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Papua (Unipa), Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH), dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah. Rapat berlangsung, Senin (18/11/2024).
“Kelima fraksi telah menyatakan sikap menolak program transmigrasi. Kami akan menyusun surat resmi untuk disampaikan kepada Pemerintah Pusat terkait hasil rapat ini. Seluruh fraksi sepakat,” ujar Ketua Sementara DPRPB, Orgenes Wonggor, didampingi Wakil Ketua Sementara, Nakeus Muid.
Orgenes Wonggor, yang akrab disapa Owor, menegaskan bahwa semua fraksi sepakat menolak program transmigrasi nasional. Namun, ia menambahkan bahwa penolakan ini akan tetap mengikuti mekanisme formal dalam pengambilan keputusan di tingkat dewan.
Penolakan resmi ini disampaikan oleh lima fraksi di DPRPB, yaitu Fraksi Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem Bersatu, Fraksi Amanat Sejahtera, dan Fraksi Bangkit Gerakan Indonesia Raya. Menurut Owor, penolakan terhadap program transmigrasi yang diinisiasi oleh Pemerintah Pusat ini didasari oleh berbagai pertimbangan yang kuat.
“Provinsi Papua Barat sudah memiliki landasan hukum yang jelas dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda). Penjelasan Menteri mengenai program transmigrasi sudah jelas,” ujar Owor.
Ia juga menyatakan bahwa saat ini fokus utama adalah pada program transmigrasi lokal dan peningkatan fasilitas bagi kawasan transmigrasi yang masih kekurangan, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Papua Barat, Jandri Salakory, menyebutkan bahwa terdapat sepuluh kawasan transmigrasi di Papua Barat. Kawasan-kawasan ini membutuhkan peningkatan akses infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, serta pemenuhan kebutuhan dasar warga transmigrasi.
Jandri Salakory menjelaskan bahwa regulasi terkait transmigrasi di Papua Barat telah diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Papua Barat Nomor 9 Tahun 2022 tentang Pembangunan, Penataan, Pengendalian, dan Penempatan Transmigrasi.
“Dalam Perda ini, pada Bab 4 Pasal 12, sangat jelas bahwa penempatan transmigrasi harus mendapatkan persetujuan dari DPR dan Gubernur. Jika Pemerintah Pusat ingin melaksanakan program transmigrasi di sini (Papua Barat), namun Gubernur dan DPR tidak menyetujui, maka program tersebut tidak dapat dilaksanakan,” tegasnya.
Sebagai informasi, keputusan penolakan program transmigrasi ini merupakan tindak lanjut dari aspirasi yang disampaikan oleh Solidaritas Mahasiswa dan Masyarakat Papua dalam aksi demonstrasi pada 4 November lalu.(LP2/Red)