TELUK BINTUNI, Linkpapua.com – Elemen masyarakat adat dari tujuh suku Kabupaten Teluk Bintuni menyampaikan tuntutan kepada tim seleksi (timsel) komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2023-2028. Mereka mendesak agar aspirasi orang asli Papua (OAP) diakomodasi dengan baik dalam penentuan komisioner Bawaslu Teluk Bintuni.
Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Tujuh Suku, yang menjadi perwakilan dari kelima poin aspirasi elemen masyarakat adat dan pemuda, menyuarakan tuntutan mereka dengan tegas. Berikut lima poin tuntutan tersebut.
1. Komisioner Bawaslu Teluk Bintuni periode 2023-2028 harus merepresentasikan anak-anak tujuh suku
2. Harus ada perwakilan agama
3. Kuota tiga kursi untuk masyarakat tujuh suku, satu kursi untuk orang Papua pendatang, dan 1 kursi untuk suku nusantara
4. Timsel calon anggota Bawaslu membuka identitas dan rekam jejak bakal calon anggota yang telah lulus tes ke publik agar tidak ada penyelenggara siluman atau titipan
5. Apabila poin tersebut di atas tidak diakomodasi, maka elemen masyarakat tujuh suku akan melakukan aksi besar-besaran sekaligus melakukan pemalangan kantor Bawaslu
Ketua LMA Tujuh Suku, Marten Wersin, menyatakan tuntutan ini murni merupakan upaya untuk menyuarakan hak-hak dari ketujuh suku, tanpa ada kepentingan atau agenda politik apa pun. “Ini murni kami menyuarakan hak-hak tujuh suku,” ujarnya di kantor LMA Tujuh Suku, Distrik Bintuni Timur, Rabu (2/8/2023).
Ketua Forum Anak-Anak Asli Tujuh Suku Peduli Otonomi Khusus (Forapelo), Agustinus Orosomna, mengungkapkan tuntutan ini dipelajari dari kasus penetapan hasil seleksi komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Teluk Bintuni yang tidak mempertimbangkan keberadaan OAP, terutama masyarakat tujuh suku.
“Membuat kita sebagai orang asli di tanah ini merasa dianaktirikan, tidak dihargai sama sekali. Merujuk itu, agar memperhatikan aspirasi kami. Itu sebagai rujukan bagaimana menghargai eksistensi otsus di tanah Papua,” katanya.
Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Teluk Bintuni, Kenny Alexander Kindewara, menyampaikan banyak masukan dari para pemuda yang menyuarakan hak-hak anak tujuh suku terkait seleksi anggota Bawaslu. Ia berharap agar tuntutan mereka didengar dan diakomodasi dengan bijaksana untuk menciptakan kehidupan yang damai di Teluk Bintuni.
“Kami tidak mau lagi ada persoalan tentang lembaga yang ada di Teluk Bintuni. Kami memohon agar tidak terjadi keributan di Teluk Bintuni, kami ingin hidup damai,” tuturnya.
Perwakilan dari Suku Sougb, Falentinus Iba, menekankan pentingnya keterwakilan dari ketujuh suku dan orang Papua dalam penentuan komisioner Bawaslu Teluk Bintuni. Ia menegaskan jika tuntutan ini tidak diperhatikan, maka akan ada aksi protes sebagai bentuk perjuangan agar ketujuh suku tidak menjadi minoritas di negeri sendiri.
“Kami tidak punya ambisi di tempat lain, kami hanya ingin berperan aktif di negeri kami sendiri,” ucapnya.
Timsel calon anggota Bawaslu kabupaten/kota Provinsi Papua Barat telah mengumumkan hasil tes kesehatan dan wawancara bakal calon anggota Bawaslu Teluk Bintuni.
Dari pengumuman itu, terdapat 10 nama yang berhasil lolos dalam seleksi dan elemen masyarakat tujuh suku berharap agar representasi mereka diakomodasi dengan baik.
Ke-10 nama itu, yakni Yohannes, Bonefasius Remetwa, Supiah Tokomadoran, Ivon Kaderia Nimbafu, Ali Akbar Fimbay, Ali Kwaikamtelat, Adelbertha Eka Kridyaningsih Wayuri, Jhon Felix Putnarubun, Rudi Horenius Baru, dan Didimus Kambia.
Elemen masyarakat adat dan pemuda menuntut keadilan dan representasi yang lebih baik bagi OAP, khususnya dari ketujuh suku, dalam lembaga Bawaslu. (LP5/Red)