KAIMANA, Linkpapua.com – Kasus kekerasan yang melibatkan dua kerabat di Kabupaten Kaimana, Fransiskus Maturan dan Paskalis Rahanau, berujung perdamaian. Kasus ini diselesaikan lewat jalur restorative justice.
Penyelesaian itu dimediasi Kejaksaan Negeri Kaimana. Ini adalah satu dari sekian kasus yang diselesaikan kejaksaan lewat jalur keadilan restoratif di Tanah Air.
Kepala Kejaksaan Negeri Kaimana Wahyu Eko Husodo menuturkan kasus ini bermula saat Frans memukul Paskalis, pada awal Januari lalu. Paskalis kemudian melapor ke Polres Kaimana.
“Proses hukum dari penyidik Polres Kaimana kemudian dilimpahkan ke kejari,” kata Wahyu, Kamis (17/3/2022).
Mengetahui kedua orang ini masih memiliki hubungan kekerabatan, Kajari Kaimana lalu melakukan pendekatan dengan keluarga kedua belah pihak. Kejari menawarkan jalan damai
“Pada 14 Februari lalu Kami mempertemukan keluarga Fransiskus dan Paskalis. Hasil pertemuan itu akhirnya dua keluarga sepakat berdamai,” kata Eko.
Menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Juniman Hutagaol didampingi Wakajati Witono dan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Djasmaniar melakukan video konferensi dengan Jaksa Agung Muda (Jampidum) Kejaksaan Agung serta Kepala Kejaksaan Negeri Kaimana dengan Kasi Pidum Kaimana.
“Pak Kajati dan kami semua mendengarkan materi dari Jampidum Kejagung RI soal keadilan restoratif,” kata Eko Husodo.
Dalam perkara dengan tersangka Fransiskus Paskalis Rahanau yang melakukan tindak pidana penganiayaan diduga melanggar pasal 351 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Setelah dipaparkan dengan detail kasus tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujui penghentian perkara tersebut berdasarkan keadilan restoratif.
“Perkara atas nama tersangka Fransiskus Paskalis Rahanau telah dinyatakan dihentikan penuntutannya dan dapat bebas tanpa syarat untuk kembali ke lingkungan masyarakat,” katanya.
Dia menyebut adapun alasan lain pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, karena tersangka Fransiskus mengakui kesalahannya dan menyesal telah melakukan penganiayaan. Dia pun telah berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
“Tersangka telah meminta maaf kepada korban serta keluarganya, dan mengganti biaya pengobatan yang telah dikeluarkan oleh korban,” ucap Jampidum.
Pertimbangan lain, tersangka merupakan tulang punggung keluarga. Bekerja sebagai tenaga honorer di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kaimana.
“Lagipula korban dengan kebesaran hatinya telah ikhlas memaafkan tersangka,” tuturnya.
Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif pada huruf E poin 2 huruf b disebutkan bahwa untuk tindak pidana yang dilakukan terhadap orang, tubuh, nyawa, dan kemerdekaan orang, dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dalam ekspose secara virtual mengapresiasi upaya Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Kepala Kejaksaan Negeri Kaimana, Kasi Pidum dan Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara Fransiskus Paskalis Rahanau dan telah berupaya menjadi fasilitator mendamaikan serta menyelesaikan perkara tersebut dengan mediasi antara korban dengan tersangka dengan melibatkan tokoh masyarakat setempat sehingga terwujudnya keadilan restoratif.
Selanjutnya, Jampidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kaimana untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Selain itu, dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait apabila ada masyarakat yang ingin mengajukan permohonan Restorative Justice, Jampidum membuka hotline layanan restorative justice melalui nomor 0813-9000-2207. (LP2/Red)