Raja Ampat – MRP Papua Barat dalam lanjutan Kegiatan Kunjungan Kerja Wilayah (Reses) untuk mendengar pendapat masyarakat terkait eksistensi Undang-Undang 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus menuai beragam pendapat.
Namun beberapa unsur yang hadir dalam dengar pendapat yang dilaksanakan di aula Phuyaka Mengge Waisai, Rabu (19/8/20) tersebut, menyatakan menolak Otsus Jilid II.
Perwakilan Unsur perempuan, Cristin Elwod, menyatakan dengan tegas di depan anggota MRP PB bahwa Pihkanya menolak Otsus Jilid II.
“Kami sebagai perempuan Papua yang melahirkan generasi-generasi Papua, tidak merasakan manfaat Otsus di Tanah ini. Padahal Otsus lahir dari darah dan air mata orang Papua, oleh sebab itu kami dengan tegas menolak Otsus jilid II,” lantang Cristin Elwod disambut aplaus peserta yang hadir.
“Kami minta kepada MRP PB untuk melihat hak Adat orang Papua yang selama ini tidak di perhatikan dengan baik, padahal Hak Adat orang Papua termuat dalam UU Otsus yang sudah berjalan selama 20 tahun,” lanjut Cristin yang kembali mendapat sambutan meriah peserta yang hadir.
Hal serupa juga dilontarkan Urbasa, perwakilan unsur perempuan lainnya yang juga hadir pada pertemuan tersebut.
Menurut Urbasa, selama ini pihaknya tidak merasakan apa sebenarnya manfaat Otsus bagi masyarakat Papua, khususnya para mama-mama Papua.
“Saya sebagai perempuan Papua, yang berjualan untuk memenuhi kebutuhan makan dan pendidikan anak-anak saya tidak merasakan apa manfaat Otsus itu. Saya yang berjualan di pasar saja, ada kesenjangan antara kami orang Papua dan suku pendatang. Orang pendatang di perhatikan, kami tidak sama sekali,” ujarnya dengan mimik sedih.
Ia menambahkan bahwa orang Papua hanya dijadikan tameng elit-elit politik dan penguasa guna memuluskan ambisi dan keinginan pribadi mereka tanpa menghiraukan kondisi dan kebutuhan masyarakat Papua.
Urbasa meminta kepada MRPB turun ke Pasar dan melihat langsung kondisi para mama-mama Papua yang sebagian besar masih berjualan beralaskan karung atau terpal.
Sementara Naomi Sakaipele, juga anggota unsur perempuan sedikit melunak. Dirinya meminta agar semua semua pihak melihat kembali Otsus yang telah berjalan selama 20 tahun ini.
“Saya tidak menyalahkan pemerintah untuk menolak otsus, tapi kalau kita menolak otsus harus ada alasannya. Menolak alasannya apa, begitupun sebaliknya. Harus ada alasannya,” terang Naomi yang juga ketua Lembaga perempuan adat Papua Kabupaten Raja Ampat. (LPB4/Red)