MANOKWARI, linkpapua.com– Hari Parlemen Nasional diperingati tanggal 16 Oktober kemarin. Di Papua Barat, momentum ini bertepatan dengan tahun keempat DPR Papua Barat (DPR PB) periode 2019-2024.
Empat tahun, DPR PB telah melewati banyak peristiwa penting. DPR juga telah menorehkan setumpuk catatan legislasi. Apa saja?
“Periodesasi kami ini hingga memasuki tahun ke 4 memang dihadapkan dengan guncangan-guncangan yang luar biasa. Tetapi harapan di momentum Hari Parlemen ini kita tetap berdiri. Sisa 1 tahun yang ada ini kami berharap bisa bersama tetap pemerintah daerah memaksimalkan tugas-tugas DPR,” tutur Ketua DPR PB Orgenes Wonggor, Senin (16/10/2023).
Wonggor menceritakan peristiwa penting 4 tahun silam. Menurutnya, tahun 2019 adalah guncangan paling keras yang dirasakan sebelum pelantikan anggota DPRPB (2019-2024).
Guncangan itu adalah peristiwa 19 Agustus 2019. Gedung Kantor DPR Papua Barat di Jalan Siliwangi menjadi sasaran amuk massa. Gedung dibakar.
“Peristiwa 19 Agustus 2019, gedung dibakar, kami dilantik pada Oktober dan harus bekerja di tempat-tempat yang disewa. Kantor dengan kondisi yang kurang representatif,” ujar Wonggor.
Tahun 2020, DPRPB berharap bisa mulai bekerja dengan baik. Setelah melewati masa masa sulit di 2019.
Akan tetapi guncangan demi guncangan harus dilalui. Kali ini dunia dihadapkan pada wabah Covid-19.
“Kantor DPRPB terbakar tahun 2019, muncul Covid-19, ini merupakan sebuah guncangan yang luar biasa yang harus dihadapi oleh anggota dewan dan kondisi ini berlangsung hingga tahun 2020 dan 2021. Kita bersyukur bisa melewati masa-masa sulit itu, bahkan kita sempat sahkan puluhan peraturan daerah di 2021,” katanya.
Di tengah begitu banyak tantangan kata Wonggor, DPR PB tetap mampu menjakankan kerja kerja legislasi dengan baik. Semangat memperjuangkan kepentingan rakyat kata Wonggor, tak pernah surut.
Itu terlihat dari upaya merevisi Undang Undang Nomor 21 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Papua.
“Penuh dengan tantangan. Banyak mendapat penolakan melalui aksi-aksi yang dilakukan. Tetapi DPR Papua Barat harus berdiri bersama dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk bagaimana bisa melakukan revisi UU Otsus. Puji Tuhan tugas itu bisa selesai dan lahirlah UU 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus,” ungkapnya.
Kata dia, revisi UU Otsus melahirkan semangat baru yang mendorong dinamika pemerintahan dan politik di atas Tanah Papua semakin dinamis. Salah satunya adalah pencabutan status moratorium pemekaran daerah.
Kebijakan ini dikhususkan bagi wilayah Papua dan Papua Barat.
Wonggor menjelaskan, dengan lahirnya UU Otsus yang baru semangat menghadirkan Daerah Otonom Baru (DOB) di wilayah Provinsi Papua maupun Papua Barat mendapatkan angin segar. Setelah sekian lama, pemerintah akhirnya memberikan sinyal dukungan adanya pemekaran.
“Di tahun 2022 akhir, kami tetap pada posisi bersama dengan pemerintah daerah soal bagaimana memperjuangkan pemekaran provinsi Papua Barat Daya,” bebernya.
Pemekaran provinsi Papua Barat Daya ditetapkan melalui Undang Undang Nomor 29 Tahun 2022 pada 8 Desember 2022. Kendati demikian, hadirnya provinsi baru tersebut justru menguji keikhlasan perjuangan para wakil rakyat di parlemen Papua Barat.
“Tepat di bulan Februari, Menteri Keuangan mengeluarkan PMK (peraturan menteri keuangan) soal bagaimana ada alokasi anggaran dari provinsi induk yang harus digeser untuk mendukung pemerintahan. Banyak kegiatan yang digeser, termasuk kegiatan DPR juga, itu menjadi persoalan,” tukasnya.
Wonggor menambahkan, kepemimpinan DPRPB (2019-2024) penuh dengan tantangan termasuk di dalamnya adalah masalah hukum yang menyeret wibawa lembaga. Meski begitu, tantangan yang ada bisa dilalui dan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat.
“Itu semua tidak lepas dari dukungan dan kerja sama pemerintah dan masyarakat. Berharap di tahun 2024, kami bisa memiliki kantor sendiri yang lebih representatif untuk bisa melaksanakan tugas-tugas sesuai tupoksi. Kami harap dukungan dari semua pihak, masukan masyarakat untuk mengoptimalkan sisa masa bakti DPR Papua Barat,” katanya. (LP1/red)