MANOKWARI, LinkPapua.com – Organisasi masyarakat Pilar Pemuda Rakyat (Pidar) Papua mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat untuk menindak tegas para pihak yang diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan Jembatan Kali Wasian tahap II di Distrik Beimas, Kabupaten Teluk Bintuni.
Aksi unjuk rasa dilakukan di depan Kantor Kejati di Arfai, Manokwari, Kamis (12/6/2025), sebagai bentuk protes atas lambannya penanganan kasus tersebut.
Dalam orasinya, massa Pidar Papua menyoroti ketidakhadiran sejumlah pihak penting dalam persidangan yang kini berlangsung di Pengadilan Negeri Manokwari. Mereka menduga ada upaya jaksa melindungi aktor utama yang semestinya ikut bertanggung jawab dalam perkara tersebut.

“Kami melakukan aksi di sini untuk meminta Kepala Kejaksaan Tinggi tidak diam terhadap masalah ini. Karena bawahnya (jaksa) di Bintuni terkesan melindungi pelaku-pelaku yang sebenarnya,” ujar Jackson Kapisa, koordinator aksi.

Mereka yang dimaksud adalah mantan Kepala Dinas PUPR, Andreas Tomi Tulak, serta Direktur PT Nusa Marga Raya, Anshar Nurdin. Menurut Pidar Papua, Anshar Nurdin justru dihadirkan sebagai saksi dalam kasus yang menyeret Jhoni Koromad selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Fredi Parubak sebagai tersangka. Padahal, Anshar diduga kuat terlibat aktif karena perusahaannya terlibat langsung dalam pengadaan rangka baja proyek senilai Rp3,6 miliar tersebut.
Dalam sidang sebelumnya, jaksa berdalih bahwa Kepala Dinas dan Bendahara Dinas PUPR tidak bisa dihadirkan karena alasan sakit dan tugas belajar. Namun, Pidar menyebut alasan itu tidak masuk akal dan mengindikasikan adanya keberpihakan jaksa terhadap pihak tertentu.
Tiga kali sidang kaksa tidak bisa menghadirkan Kepala Dinas dan Bendahara dengan alasan yang tidak masuk akal. Kami menduga ada upaya jaksa melindungi pihak-pihak seperti mantan kepala Dinas PUPR Bintuni,” katanya.
Keluarga terdakwa Jhoni Koromad yang ikut dalam aksi menyesalkan sikap Kejari Bintuni yang dianggap diskriminatif. Mereka menilai PPK seperti Jhoni hanya menjalankan fungsi pengawasan, bukan pengadaan barang, sementara pihak yang menandatangani pencairan dana justru tidak disentuh hukum.
“Rangka baja sudah ada di Manokwari tapi jaksa malah menyita,” ucapnya.
Setelah orasi, perwakilan massa diterima Asisten Intelijen Kejati Papua Barat, Muhammad Bardan, yang menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan.
“Informasi tambahan misalnya ada tersangka lain mengapa belum ditetapkan (oleh jaksa), ini tentu kita menunggu laporan perkembangan penanganan perkara dari Teluk Bintuni, perkara ini sudah masuk ke persidangan,” jelasnya.
Dia juga membenarkan bahwa eks Kepala Dinas PUPR dan Bendahara telah dipanggil tiga kali, tapi tidak hadir dan hal itu telah dicatat Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai bagian dari proses hukum.
Sementara itu, sidang lanjutan kasus ini pada Rabu (4/6/2025) lalu diwarnai interupsi dari keluarga terdakwa. Mereka memprotes pembacaan berita acara pemeriksaan (BAP) eks Kepala Dinas PUPR dan Bendahara yang tidak hadir di persidangan. Kuasa hukum terdakwa bahkan meminta agar Andreas Tomi Tulak ditetapkan sebagai tersangka karena dinilai menghalangi jalannya proses hukum.
Penasihat hukum terdakwa Koromad. Yan Christian Warinussy, menuturkan Tulak selaku KPA yang menandatangani pencairan dana, maka seharusnya juga ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, Ketua Majelis Hakim Helmin Somalay menyatakan tidak ada alasan hukum yang cukup untuk menyatakan ketidakhadiran saksi sebagai bentuk merintangi proses hukum. Maka, BAP keduanya tetap dibacakan di hadapan majelis.
Sidang ditutup pukul 18.00 WIT dan akan dilanjutkan Rabu (17/6) mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli. (*/red)




