MANOKWARI, Linkpapua.com – Pengadilan Negeri Manokwari kembali menggelar sidang gugatan praperadilan Yan Anton Yoteni terhadap Polda Papua Barat, Senin (7/2/2022). Yoteni hadir dengan menggunakan mahkota Papua, yang merupakan atribut masyarakat adat.
Sementara di luar persidangan, diwarnai aksi dukungan masyarakat adat dari Teluk Wondama untuk Yoteni. Selain membentang pamflet, warga juga menyuarakan yel-yel dukungan untuk anggota DPR Papua Barat dari jalur Otonomi Khusus (Otsus) itu.
Yoteni menggugat Polda Papua Barat terkait penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah yang diberikan kepada Yayasan Komunitas Anak Wondama Abdi Lingkungan (Kawal) Tahun 2018-2019. Yayasan Kawal dibentuk dan diketuai oleh Yan Anton Yoteni.
Materi gugatan Yan Yoteni yakni terkait dengan penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Papua Barat yang mencantumkan identitas lengkapnya di dalam Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) yang dikirim ke Kejaksaan Tinggi Papua Barat.
Yoteni melalui Kuasa Hukumnya, Rustam meminta hakim agar memerintahkan penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Polda Papua agar membatalkan SPDP yang di kirim ke Jaksa.
Sidang yang dipimpin Hakim Tunggal Herlinda Ursula Mayor SH MH dengan Nomor perkara: 1/Pid.Pra/2022/Pn.Mnk tanggal 19 Januari 2022 itu, siang tadi memasuki agenda replik dari pemohon.
“Kepada majelis hakim kami mohon kiranya memerintahkan termohon agar membatalkan SPDP yang telah di kirim ke Jaksa. Karena telah mencantumkan identitas lengkap pemohon,” kata Rustam.
Menurut Rustam, kliennya hingga saat ini masih berstatus sebagai saksi terlapor. Namun namanya telah dicantumkan dalam SPDP. Hal ini bertentangan dengan Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana. Juga Sprindik Kabareskrim Polri Tanggal 31 Juli 2017 tentang Materi SPDP Pasca Putusan MK : 130/PUU-XIII/2015, di mana Penyidik diberi batas waktu tujuh hari kerja untuk kirim SPDP setelah penerbitan Surat Perintah Penyidikan (SPRINDIK).
Sprindik Kabareskrim Polri telah dipertegas dalam petunjuk dan arahan, pada angka 5 SPDP, sekurang-kurangnya memuat, nomor, tanggal, tempat pembuatan surat dan rujukan penyidikan.
“Bagaimana mungkin nama identitas pemohon tercantum secara jelas dan terang di dalam SPDP sedangkan hingga saat ini masih berstatus sebagai saksi terlapor,” jelasnya.
Dalam materi replik, ia mengemukakan sebagai pembanding, SPDP Nomor SPDP/92/X/2021 tanggal 18 Oktober 2021 yang dikeluarkan Kasat Reskrim Polres Manokwari Iptu Arifal Utama kepada jaksa penuntut umum kejaksaan Negeri Manokwari, dalam SPDP tidak mencantumkan identitas terlapor, karena belum ditetapkan sebagai tersangka dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi dana desa.
“Ini sesuai dengan ketentuan karena dengan mempedomani Perkap Nomor 6 dan Sprindik Kabareskrim Polri,” tuturnya.
Berbeda dengan SPDP Nomor :03/Res.3.3/IX/2021/Ditreskrimsus tanggal 15 September 2021 yang ditanda tangani Kombes Pol. Romylus Tamtelahitu selaku Direktur Reserse Kriminal Khusus, ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat, tembusan ke Ketua KPK, Kabareskrim Polri dan Kapolda Papua Barat.
“Dalam SPDP Dirreskrimsus Polda telah mencantumkan identitas lengkap pemohon, sebagai terlapor. Lantas ini berpedoman pada dasar hukum yang mana?” tanya Kuasa Hukum Pemohon.
Terpisah, Ketua Tim Kuasa Hukum termohon Kombes Pol Anthon C Nugroho mengatakan, optimis akan memenangkan praperadilan yang diajukan pemohon.
“Hal yang disampaikan pemohon dalam replik merupakan tugasnya dia, namun kami tentu punya dalil-dalil bagaimana kami melakukan tindakan penyelidikan maupun penyidikan,” tuturnya. (LP2/Red)