28.2 C
Manokwari
Selasa, April 23, 2024
28.2 C
Manokwari
More

    LP3BH Desak Langkah Konkret Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Papua

    Published on

    MANOKWARI, Linkpapua.com – Para aktivis HAM menilai pemerintah tak menunjukkan kesungguhan untuk menuntaskan kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Papua. Hingga pengujung 2021, belum ada langkah konkret dari negara.

    “Sesungguhnya Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia telah memiliki mekanisme hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Tapi itu tidak terjadi,” ujar Direktur Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy dalam keterangannya, Rabu (29/12/2021).

    Warinussy mempertanyakan komitmen negara. Pasalnya, Indonesia telah memiliki hukum materil tentang HAM yang termuat dalam UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Kemudian kata dia, Indonesia juga telah memiliki hukum formal HAM yang termuat dalam UU RI No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.

    “Bahkan Indonesia juga telah meratifikasi beberapa kovenan dan konvensi internasional tentang HAM. Seperti Kovenan internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Sipil) maupun Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob). Juga Deklarasi Universal Tentang HAM pada beberapa bagiannya telah diadopsi ke dalam UUD 1945 serta aturan hukum lain mengenai HAM di Indonesia,” papar Warinussy.

    Baca juga:  Peduli Bencana Longsor Palangka dan Pangra’ta, Ikatan Pemuda-Mahasiswa Toraja di Manokwari Gelar Aksi Peduli

    Dari semua itu, Warinussy melihat bahwa sesungguhnya terdapat ruang hukum yang sangat memadai bagi penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua saat ini. Hanya saja menjadi tanda tanya, mengapa belum ada langkah konkret negara menyelesaikannya.

    “Padahal kita punya ruang hukum yang sangat memadai untuk itu,” ketusnya.

    Apalagi semenjak diundangkannya UU RI No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada tanggal 21 November 2001, dimana dalam konsideran menimbang huruf e dengan jelas terdapat “pengakuan” negara bahwa persoalan pelanggaran HAM termasuk salah satu isu krusial yang belum dilaksanakan oleh negara sepanjang masa sebelum adanya kebijakan Otsus bagi Tanah Papua.

    Itulah sebabnya kata Warinussy, di dalam amanat pasal 45 dan pasal 46 serta pasal 47 UU Otsus Papua tersebut disediakan mekanisme dan prosedur penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM (berat) tersebut di Tanah Papua.

    Baca juga:  10 Tahun Dibangun, Jemaat Imanuel Wariori Akhirnya Miliki Gedung Gereja Baru

    “Sayangnya, selama 20 tahun kebijakan Otsus diberlakukan di Tanah Papua, sama sekali amanat pasal 45 dan pasal 46 maupun pasal 47 tersebut tidak dibahas ataupun disentuh sama sekali,” tandas dia.

    Masih kata Warinussy, fakta yang terjadi yaitu bahwa persoalan dan harapan serta amanat penderitaan para korban dan keluarga korban kasus dugaan pelanggaran HAM Berat di Wasior 2001, Wamena 2003, Paniai 2014 dan Manokwari 2016 hingga kini belum terjawab oleh negara.

    Meskipun ada langkah pembentukan Tim Penyidik Kasus Paniai dengan kekuatan 22 jaksa senior oleh Jaksa Agung RI belum lama ini, namun langkah tersebut menurut Warinussy, masih penuh teka teki.

    “Apakah akan maju dan memulai menindaklanjuti hasil penyelidikan yang telah bertahun-tahun dikerjakan oleh Komnas HAM RI sebagai lembaga penyelidik sesuai amanat UU RI No. 26 Tahun 2000? Ataukah akan sekedar “lip service” belaka yang mengemuka jelang peringatan 76 Tahun hari HAM Internasional tahun 2021 lalu? Bagi saya selaku salah satu Advokat dan Pembela HAM (Human Rights Defenders) di Tanah Papua, kami bersama para korban dugaaan pelanggaran HAM berat tersebut ingin melihat dan menyaksikan dan merasakan bagaimana negara Indonesia mampu membawa para pelaku dan atau terduga pelaku pelanggaran HAM Wasior, Wamena, Paniai, Manokwari, pembunuh pendeta Zenambani serta kasus lainnya ke hadapan Pengadilan HAM di Tanah Papua untuk mempertanggungjawabkan perbuatan dan keputusan nya yang telah meninggalkan bekas luka derita panjang korban dari masa ke masa di tanah Papua,” ucapnya.

    Baca juga:  Pemkab-DPRD Manokwari Urung Tetapkan Revisi Raperda Miras, Praktisi Hukum: Harusnya Itu Prioritas

    Warinussy masih berharap, tahun 2021 menjadi momentum penting bagi dimulainya langkah konkret negara untuk meletakkan dasar penting sebagai legacy bagi penegakan hukum dalam konteks penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua. Baik melalui jalur hukum maupun melalui cara pengungkapan kebenaran di awal tahun 2022 mendatang. (LP2/Red)

    Latest articles

    Selamat! Petrus Kasihiw Raih Gelar Doktor Lingkungan di Unipa

    0
    MANOKWARI,LinkPapua.com- Bupati Teluk Bintuni Petrus Kasihiw berhasil meraih gelar doktor bidang lingkungan usai menjalani ujian promosi di Universitas Papua, Selasa (23/42024). Petrus Kasihiw mempertahankan...

    More like this

    Selamat! Petrus Kasihiw Raih Gelar Doktor Lingkungan di Unipa

    MANOKWARI,LinkPapua.com- Bupati Teluk Bintuni Petrus Kasihiw berhasil meraih gelar doktor bidang lingkungan usai menjalani...

    Cegah Banjir, Kodim 1806/TB Bersihkan Parit di Kampung Banjar Ausoy

    TELUK BINTUNI,LinkPapua.com- Komandan Kodim 1806/TB, Letkol Inf Teguh Eko Efendi memimpin pembersihan parit sepanjang...

    Hilang Saat Berburu, Yahya di Temukan Meninggal di Hutan Anggori

    MANOKWARI, Linkpapua.com- Sempat dinyatakan hilang saat berburu, seorang warga bernama Yahya ditemukan meninggal dunia...