TELUK BINTUNI, Linkpapua.com – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Papua Barat menggelar sosialisasi Gerakan Nasional Revolusi Mental di Kabupaten Teluk Bintuni yang berlangsung di Aula Kantor Urusan Agama (KUA), Distrik Bintuni, Selasa (11/10/2022).
Kepala Bidang Ideologi, Wawasan Kebangsaan, dan Karakter Bangsa Kesbangpol Papua Barat, Bernard Jitmau, dalam sambutannya mengatakan, hidup bersama adalah cara bangsa Indonesia yang lahir dari gerakan nasional revolusi mental sebagai kekayaan bangsa dalam keanekaragaman suku, budaya, bahasa, dan daerah.
“Bangsa Indonesia yang sudah bernegara merupakan suatu kenyataan yang tergolong sangat unik. Ternyata bangsa ini berkembang maju hingga saat ini dimungkinkan karena ada faktor revolusi mental pendorong pengikat yang kuat,” kata Jitmau.
Jitmau melanjutkan, Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan landasan revolusi mental wawasan nusantara. “Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum Pancasila yang mengandung nilai-nilai universal dan lestari dan dapat digunakan sebagai acuan rumusan, konsep, prinsip, dan cara pandang yang nusantara,” ucapnya.
Jitmau mengungkapkan, pada era globalisasi sekarang ini, transparansi dan reformasi menguji keberadaan bangsa indonesia. Tanpa disadari, kata dia, keadaan tersebut menggeser nilai-nilai bangsa yang selama ini terpatri kuat dan menjiwai kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
“Gerakan nasional revolusi mental nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam Pancasila tidak lagi menjadi bagian yang harus dimengerti, dipahami, dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebaliknya, telah menjurus ke arah kehidupan individualistik dan materialistik yang mengakibatkan semakin jauh dari nilai-nilai jati diri, kepribadian, dan keimanan bangsa indonesia,” terangnya.
Kecenderungan makin memudarnya wawasan kebangsaan, kata dia, tecermin dari perilaku hidup yang makin memprihatinkan, sentimen dan fanatisme suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) yang makin menonjol sehingga sering kali rentan terhadap terjadinya gesekan.
“Kondisi tersebut diperparah oleh perbuatan sebagian kelompok masyarakat yang secara sadar menjual bangsanya sendiri kepada bangsa asing dengan menguasai isu-isu HAM (hak asasi manusia), demokratisasi, dan lingkungan hidup untuk kepentingan sesaat tanpa mempertimbangkan kepentingan bangsa yang lebih besar,” tuturnya. (LP5/Red)