MANOKWARI, Linkpapua.com – Presiden Joko Widodo telah menerbitkan instruksi Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Rencana aksi Instruksi Presiden (Inpres) yang melibatkan 40 lembaga dan kementerian itu dilaksanakan pada 2022-2024 mendatang.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Theo Litaay mengatakan, pelaksanaan Inpres tersebut merujuk pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Undang-undang itu juga telah diperkuat dengan dua peraturan turunan. Salah satunya, ialah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 107 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan, dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan (RIPP) dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua.
“RIPP akan mulai disusun tahun 2024 dan rencana aksi berlaku hingga 20 tahun mendatang,” kata Theo dalam Rapat Koordinasi (Rakor) persiapan implementasi Inpres Nomor 9/2020 bidang tata kelola pemerintahan bersama insan Pers di Manokwari, Papua Barat, Selasa (14/12/2021).
Theo melanjutkan, bahwa presiden memandang Papua bukan sekedar daerah, tetapi program prioritas nasional. Untuk itu, dalam penyusunan RIPP ditekankan gambaran wilayah tanah Papua, akan dirubah menjadi Indonesia sentris yang memiliki makna pembangunan merata dalam berbagai bidang.
Hal senada disampaikan Tenaga Ahli Utama Kedeputian V KSP Rumadi Ahmad. Dirinya mengungkapkan bahwa Inpres tersebut diterbitkan Presiden Joko Widodo dengan ketegasan, yakni untuk membangun dan menyejahterakan masyarakat di tanah Papua.
“Untuk bisa mewujudkan itu, maka disini perlu perhatian khusus pada peningkatan sumberdaya manusia, terutama terhadap aparatur birokrasi di Papua Barat guna mendukung percepatan pembangunan,” kata Rumadi.
Rumadi melanjutkan, keseriusan pemerintah membangun tanah Papua melalui instruksi percepatan pembangunan tak akan pernah bisa terwujud jika sistem internal, yaitu aparatur birokrat daerah tidak mempunyai kapabilitas.
Oleh sebab itu, pembangunan utamanya akan dimulai dari sisi percepatan kualitas sumberdaya manusia, terutama pada pengelolaan birokrasi. Jika tak dilakukan, maka secara terus menerus tidak akan ada lompatan atau kemajuan apapun di Papua Barat.
Seperti halnya masalah investasi, dimana tak ada pergerakan ekonomi lantaran tidak adanya tata kelola pemerintahan yang baik, seperti perizinan tata niaga, pengelolaan keuangan negara dan juga dalam hal penegakan hukum dan reformasi birokrasi.
Salah satu cara yang ditempuh pemerintah, ialah memberikan perhatian khusus dalam hal rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), dimana harus ada orang asli Papua. Ini dilakukan dengan orientasi agar birokrasi di Papua Barat bisa berjalan baik.
“Dari sisi pemerintahan menunjukan masih banyak persoalan. Ya, tata kelola pemerintahannya menjadi isu menarik untuk dibahas. Ini berorientasi pada sumberdaya manusia (Aparatur Sipil Negara) yang perlu untuk dibenahi,” kata Rumadi. (LP7/Red)