BINTUNI, Linkpapua.com- Direktur Utama Perusahaan Daerah Bintuni Maju Mandiri (Perusda BMM), Markus Samaduda, lakukan pembelaan terkait tudingan belum adanya kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) meski sudah digelontor modal puluhan miliar rupiah.
Kepada wartawan yang mewawancarainya di kantor Perusda BMM, Max Samaduda beralasan bahwa status Perusda milik Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni ini adalah organisasi yang baru terbentuk, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2017, Bintuni (2/8/21) lalu.
Ketika dirinya dilantik sebagai Direktur Utama pada 19 Oktober 2018 bersamaan dengan pelantikan Kepala Badan Pengawas Perusda, perusahaan ini tidak memiliki aset maupun modal serupiah pun. Untuk memulai usaha, diterbitkanlah Perda Nomor 7 tahun 2017 sebagai dasar Penyertaan Modal Daerah sebesar Rp50 miliar. Dari nominal itu, hingga saat ini baru terealisasi sebesar Rp36 miliar.
Sebelumnya, Kepala BPKAD menjelaskan, total Penyertaan Modal yang sudah diserahkan ke Perusda sebesar Rp39 Miliar. Duit modal ini yang kemudian digunakan Max Samaduda untuk menata segala fasilitas perkantoran agar kegiatan di Perusda BMM berjalan.
“Kita benar-benar mulai dari nol. Tidak ada modal, apalagi kantor. Saya sendiri dilantik tanpa fasilitas, kantor ini saja saya renovasi untuk berkantor staf dan karyawan perusda. Kita rekrut orang dan mentraining, merenovasi kantor,” urai Max.
Kendati demikian, sebagai orang nomor satu di Perusda BMM, Max Samaduda mengaku punya komitmen untuk berkonstribusi terhadap PAD.
“Kalau suplai BBM lancar, pembayaran lancar, paling tidak kita bisa setor 1 atau 2 miliar kalau kita punya hasil. Memang sudah ada image dari orang, kapan perusda setor PAD? tetapi saya bilang, ini kan kita baru bangun infrastruktur bisnis, Kalau BBM lancar itu kita cepat dan tidak ada masalah,” tambahnya.
Potensi penghasilan dari bisnis BBM, kata Max, sebenarnya cukup besar. Sampai saat ini cukup banyak perusahaan yang minta di pasok BBM-nya oleh Perusda BMM. Tapi karena perputaran modal tersangkut di UPT Kelistrikan Dinas Perumahan, maka bisnis ini sementara vakum.
UPT Kelistrikan Dinas Perumahan adalah satu-satunya konsumen BBM yang sudah disuplay oleh Perusda BMM. Kebutuhan UPT yang bertanggung jawab atas listrik di perkampungan di sejumlah distrik di Bintuni ada, sekitar 260 kilo liter per bulan.
Dijelaskan Max, saat awal-awal kerjasama ini dimulai, pasokan BBM berjalan lancar sampai dengan pengiriman kedua.
“Giliran kita membuat tagihan dari bulan Januari 2021 sampai sekarang, mereka tidak bayar kita punya tagihan. Kurang lebih hampir 4 miliar invoice kami di UPT Kelistrikan yang belum terbayar hingga kini. Kami miliki semua bukti pengirimannya,” jelasnya.
Kondisi itu yang menyebabkan Perusda BMM belum bisa berbuat banyak untuk melanjutkan pasokan BBM ke distrik-distrik dan kampung.
“Jadi masalah kontribusi ke PAD ini terjadi, masalahnya bukan karena kita di Perusda tidak mampu, tapi karena UPTD Kelistrikan belum membayar invoice kami. Modal inikan modal berputar,” tuturnya.
Dengan terhentinya pasokan BBM ke UPT Kelistrikan, kappa SPOB yang dibeli Perusda BMM seharga Rp7,7 miliar untuk mendistribusikan BBM, sudah tujuh bulan ini mangkrak dan parkir tanpa aktivitas di dermaga di Kota Sorong.
Dengan parkirnya kapal SPOB yang dibeli dari CV Karya Lestari Industri Samarinda pada 18 Agustus 2020 ini, otomatis Perusda BMM hanya mengeluarkan biaya perawatan kapal dan gaji 9 ABK, tanpa ada pemasukan dari kapal.
“Kalau total biaya perawatan, bayar sandar di dermaga, gaji 9 ABK serta membayar membayar surat-surat layar per tiga bulan masa aktifnya adalah Rp100 juta, maka sudah Rp700 juta kita keluarkan tanpa ada pemasukan,” kata Max, didampingi Manager Keuangan Besar Tjahjono.(LP5/red)