MANOKWARI, Linkpapua.com – Rustam, salah satu praktisi hukum di Manokwari angkat suara terkait penanganan korupsi pembangunan kantor Dinas Perumahan Papua Barat. Ia menilai ada kesan diskriminasi oleh Kejati dalam menangani perkara ini.
“Mengapa penanganan tahun anggaran 2017 langsung audit BPKP, sementara anggaran 2016 melalui APIP Inspektorat. Kenapa pelaku pembangunan anggaran 2017 diproses tersangka, sementara 2016 diberi kesempatan mengembalikan kerugian negara. Penyelidikan harusnya tidak ada diskriminasi,” kata Rustam kepada Linkpapua.com, Senin (8/11/2021).
Diskriminasi penanganan yang dimaksud oleh Rustam, ialah proses penyelidikan dan penyidikan pada perkara proyek pembangunan gedung kantor Dinas Perumahan Papua Barat tahun anggaran 2016 dan tahun anggaran 2017.
Dimana dalam penanganan perkara anggaran pembangunan tahun 2017, pelaku langsung dijerat dengan Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara pada penanganan anggaran pembangunan tahun 2016, terduga pelaku diberikan kesempatan mengembalikan kerugian keuangan negara.
Ironisnya, pengembalian anggaran pembangunan tahun 2016 kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat yang dilakukan oleh pihak ketiga, yakni PT. Bobatu Karya Jaya sebagai kontraktor pelaksana, dilakukan berdasarkan temuan kerugian keuangan negara hasil perhitungan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Inspektorat Papua Barat.
Rustam menjelaskan, diketahui bahwa anggaran proyek pembangunan gedung Kantor Dinas Perumahan Papua Barat dialokasikan dalam tiga tahap, yakni tahap I tahun 2015, tahap II 2016 dan tahap III tahun 2017.
Penanganan anggaran pembangunan tahap III tahun 2017 yang melalui audit BPKP Papua Barat, kini telah berkekuatan hukum tetap melalui vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Papua Barat. Namun demikian, mengapa proses penanganan anggaran pembangunan tahun 2016, dibedakan.
“Itu kenapa saya katakan harusnya tidak ada diskriminasi. Mengapa yang 2017 diproses hukum, sementara yang 2016 boleh lakukan pengembalian dan terduga pelaku dibiarkan bebas berkeliaran. Prosesnya justru dibedakan” ujar Rustam.
“Mengapa yang 2017 tidak mengarah ke sana (upaya pengembalian). Ini ada apa sebenarnya?,” katanya lagi.
Selain itu, Rustam menegaskan, bahwa penyidik Kejati Papua Barat seharusnya meningkatkan status penanganan perkara tersebut dari penyelidikan ke penyidikan karena telah melewati masa tiga tahun lamanya antara tahun penyelidikan dan kejadian.
“Seharusnya sudah bisa dinaikan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan. Waktu yang ditempuh sudah terlampau jauh dari tahun kejadian, ada sekitar rentan waktu tiga tahun lamanya, tetapi semua kembali kepada penyidik,” kata Rustam.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Papua Barat Billy Wuisan menerangkan, bahwa belum ada yang ditetapkan tersangka dalam perkara dugaan korupsi pembangunan gedung kantor Dinas Perumahan Papua Barat tahun anggaran 2016.
Hingga kini, status perkara tersebut masih dalam ranah penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Nomor : 14/R.2/Fd.1/03/2020 tanggal 10 Maret 2020 yang diperbarui dengan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : 159/R.2/Fd.1/08/2021 tanggal 25 Agustus 2021.
Dalam penyelidikan itu, lanjut Wuisan, penyidik telah melakukan permintaan keterangan terhadap sejumlah pihak terkait. Termasuk mantan Kepala Dinas Perumahan Papua Barat, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Konsultan pengawas, Kontraktor, dan panitia lelang.
“Berdasarkan pemeriksaan fisik lapangan tanggal 27 Mei 2020, tim Inspektorat Papua Barat menemukan adanya kerugian negara sebanyak Rp2,46 miliar lebih,” ujar Wuisan.
“Pekerjaan pembangunan tahap II anggaran tahun 2016 dilaksanakan oleh PT. Bobatu Karya Jaya. Mereka masih lakukan pengembalian, dan belum ada yang ditetapkan tersangka,” katanya lagi.
Untuk diketahui, PT. Bobatu Karya Jaya sebagai kontraktor pelaksana pada proyek pembangunan gedung kantor Dinas Perumahan Papua Barat Tahun Anggaran 2016, telah mengembalikan kerugian negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek tersebut.
Uang tunai Rp900 juta diserahkan langsung Wakil kontraktor Toto Irmanto selaku pelaksana kegiatan proyek ke Kantor Kejati Papua Barat, Rabu 3 November lalu.
Uang pecahan seratus ribuan itu diterima oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Syafiruddin didampingi Koordinator Bayu Asmara, Kepala Seksi Penyidikan (Kasi Idik) Marvie de Queljo, dan Kepala Seksi Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Eksaminasi Meyland Iwan Caunang.
“Pengembalian ini nyang kedua kalinya. Sebelumnya sudah dilakukan pengembalian kerugian negara Rp1,2 miliar. Jadi total kerugian negara yang sudah dikembalikan ialah sebanyak Rp2,1 miliar. Masih berkisar Rp300 juta lebih yang harus dikembalikan oleh rekanan,” kata Wuisan.(LP7/red)