BINTUNI, linkpapua.com- Perusahaan Daerah Bintuni Maju Mandiri (BMM) yang tak kunjung berkonstribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) meski sudah digelontor modal puluhan miliar, menarik perhatian Ir Dominggus Urbon, Bintuni, kamis (12/8/21)
Senior Business Consultant ini berpendapat, sebelum memutuskan untuk memulai usaha tertentu, pengelola Perusda BMM harus melakukan studi kelayakan (feasibility studies/FS) yang mencakup banyak hal, mulai potensi pasar atas usaha yang akan dijalani, kebutuhan pasar, proses bisnisnya, hingga kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mengelola bisnisnya.
“Setelah ada FS, baru dilakukan strategi bisnisnya disusun, dan diakhiri dengan action plan. Jika tidak memiliki rencana bisnis yang jelas dan matang, mustahil usaha akan berjalan normal. Berapapun modal yang diberikan, akan menguap tanpa hasil,” kata Dominggus Urbon, yang juga Anggota DPRD Papua Barat dari Jalur Otsus ini kepada
Dengan adanya business plan yang jelas, perjalanan sebuah usaha akan mudah dikontrol untuk mencapai Break Even Point (BEP) atau pengembalian modal. Modal yang dikeluarkan juga relatif fokus sesuai perencanaan dan kebutuhan, sehingga terhindar dari berbagai kebocoran yang tidak perlu.
Seperti dalam bisnis BBM yang saat ini dijalani Perusda BMM. Sebelum memutuskan beli kapal, seharusnya ada FS yang menghitung potensi pasar, modal dan profitnya seberapa besar, dan tak kalah penting, memahami regulasinya.
“Jangan hanya mendengar sekilas cerita keuntungan bisnis BBM yang menggiurkan, kemudian memutuskan beli kapal. Banyak faktor lain yang juga harus diperhitungkan, karena komoditi BBM ini berbeda dengan barang jualan lain. Harus ada skala prioritas,” kata Kaka Dom, sapaan Dominggus Urbon.
Perusda BMM yang menggunakan sejumlah bendera dari perusahaan lain untuk mengoperasikan SPOB Sisar Matiti 01, kata Wakil Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat ini, adalah langkah bisnis yang tak dipersiapkan dengan matang. Sebab, dengan cara itu, duit Perusda akan banyak tersedot ke operasional.
“Hasilnya saja belum, sudah keluar modal untuk bayar fee bendera. Seharusnya ada kalkulasi yang jelas, modal berapa, untung berapa, yang akan disetor ke PAD berapa. Apalagi modal yang digunakan berasal dari keuangan daerah,” tukasnya.
Kemudian soal usaha Hotel dan Perkantoran, Dominggus Urbon menilai itu adalah program yang terlalu melangit dan muluk-muluk. Alasannya, tingkat hunian (okupansi) hotel di Teluk Bintuni masih sangat rendah, membangun hotel memerlukan biaya besar, dan status Perusda BMM adalah lembaga bisnis yang baru berdiri.
“Mestinya dilakukan kajian dulu, seberapa besar tingkat hunian hotel di Bintuni. Hotel yang ada saja jarang ada tamunya, kok ini malah membangun hotel. Sebagai perusahaan yang baru terbentuk, seharusnya memaksimalkan modal yang ada dengan usaha-usaha yang potensi pasarnya bagus, cepat mendapatkan untung, sehingga bisa lekas Break Even Point. Kajian dan analisa itu penting, sehingga bisnis yang akan kita jalankan ini profitable,” kata Dominggus Urbon.
Sebagai entitas bisnis yang baru berdiri, Perusda BMM bisa memposisikan diri sebagai ‘anak sulung’ yang membantu pemerintah daerah dalam mengangkat ekonomi masyarakat Teluk Bintuni.
Peran sebagai anak sulung ini bisa dilakukan Perusda dengan menjadikan masyarakat sebagai plasma bisnis yang berbasis potensi komoditi unggulan daerah. “Kalau di Bintuni itu komoditi unggulan adalah udang dan kepiting. Perusda bisa tampil sebagai pengepul komoditi itu dari masyarakat nelayan, kemudian memasarkan ke luar daerah. Bisa ekspor atau pasar domestik,” ujarnya.
Contoh lain yang bisa dilakukan Perusda BMM, adalah memberdayakan Lembaga Masyarakat Adat atau Kepala Suku yang memiliki hak ulayat hutan. Perusda BMM bisa membuka unit usaha kayu yang menampung kayu hutan milik mereka. Jika di Bintuni ada tujuh suku dan masing-masing diberi kuota 5000 m3/tahun, maka dalam satu tahun perusda memiliki kayu 35.000 m3.
“Kayu yang disuplai dari masyarakat adat ini kemudian Perusda pasarkan ke Surabaya, Jakarta atau pasar mancanegara. Jadi dari satu sisi perekonomian masyarakat terangkat, tugas pemda mensejahterakan masyarakatnya juga terbantu oleh peran perusda,” kata Kaka Dom.
Memberdayakan masyarakat adat melalui potensi alam yang ada ini, lanjut Dominggus Urbon, sekaligus salah satu cara menghilangkan ketergantungan masyarakat adat membawa proposal ke kantor bupati demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Kemudian jika melihat APBD Teluk Bintuni yang diatas Rp 2 triliun lebih, anggaran pembangunan infrastruktur cukup dominan. Peluang ini yang seharusnya ditangkap Perusda BMM, dengan mendirikan unit usaha yang khusus bergerak di sektor jasa konstruksi. Dengan demikian, sebagian anggaran pembangunan itu bisa dikelola oleh perusda.
“Dengan merekrut tenaga ahli yang professional dan berkompeten di bidang konstruksi, perusda bisa membangun jembatan, jalan atau pekerjaan konstruksi lain. Sehingga kontraktor luar Bintuni tidak mendominasi pekerjaan konstruksi seperti sekarang ini,” tandasnya.
Terakhir, Dominggus Urbon mencontohkan usaha di depan mata yang bisa dijalankan Perusda dan lekas mendapatkan untung, yakni Distributor Sembako. Berdagang komoditas ini, katanya, tidak ada matinya karena merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Selain bisa mengutip untung, dari sektor ini Perusda juga bisa berperan sebagai penjaga kestabilan harga sembako di pasar.
“Ini bisnis yang lebih riil. Jangan membangun hotel. Stenkool saja kosong, kok ini perusda malah mau mendirikan hotel. Siapa yang mau tinggal,” pungkasnya. (LP5/red)