MANOKWARI, linkpapua.com – Pemekaran Papua Barat Daya (PBD) menuai perdebatan sengit antara Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan dengan Wali Kota Sorong Lambert Jitmau. Dominggus menuding Lambert tak bekerja serius. Lambert pun memberi jawaban menohok.
Tak terima sikap gubernur, Lambert mengembalikan SK sebagai Ketua Tim Pemekaran. Ia balik menuding Dominggus tak membantu pemekaran Papua Barat Daya.
Gubernur Dominggus saat ditemui wartawan, Kamis (7/4/2022) mengatakan, pemekaran harus melibatkan semua elemen. Proses pemekaran sudah dilakukan dan memang perlu dukungan dari semua pihak, termasuk melibatkan unsur masyarakat adat.
“Pemekaran ini perlu melibatkan tokoh adat, tokoh masyarakat, pemuda dan sebagainya,” kata Dominggus, Jumat (8/4/2022).
Dia menyebut pelibatan tokoh adat terutama pemilik hak ulayat ini penting. Karena saat pembangunan areal perkantoran ibu kota baru nanti akan banyak menempati kawasan kawasan milik masyarakat adat.
“Pemekaran itu datang bukan kepentingan pejabat. Jadi pejabat itu hanya memfasilitasi keinginan masyarakat soal pemekaran” tutur Dominggus.
Mandacan menanggapi sikap Wali Kota Sorong Lambert Jitmau yang menudingnya tak komitmen terhadap janji politik saat kampanye di Sorong raya. Salah satu janji politik Dominggus yang dimaksud Lambert adalah membantu pemekaran Papua Barat Daya.
“Saya berharap tim pemekaran harusnya sudah mengakomodir komponen masyarakat begitu. Tujuannya untuk menjernihkan keinginan terkait pemekaran,” ucapnya.
Dominggus mengklaim tokoh pemekaran di Papua Barat hanya lima orang yang dinilai berhasil dalam upaya mendorong pemekaran DOB. Di antaranya, Almarhum Abraham Oktovianus Ataruri, mantan Gubernur Papua Barat.
“Perlu dorang belajar dari Bapak ini. Saya mau kasih tau bahwa tokoh pemekaran di Papua Barat hanya ada lima. Pertama Bapak Almarhum Bram Ataruri, kedua Pak Almarhum Piet Wanane, ketiga Dominggus Mandacan, Keempat Wahidin Puarada, kelima Otto Ihalauw,” ujarnya.
“Belajar dari kami yang mekarkan kabupaten-kabupaten. Saya mekarkan empat kabupaten dari induk Manokwari, Tambrauw kita gabung antara Kabupaten Sorong dan Manokwari,” ucap Dominggus..
Dominggus juga menyinggung Provinsi Irian Jaya Barat kini Papua Barat saat hendak pemekaran juga tidak mendapat dukungan Kap Salosa Gubernur Irian Jaya waktu itu. Salosa menolak pemekaran sehingga ia tak pernah membantu.
“Karena memang beliau menolak ini provinsi, diberitahukan ke Kota Sorong, Kabupaten Sorong pun mereka tidak dukung. Provinsi Irian Jaya Barat ini lahir dari pro dan kontra, membutuhkan orang yang berani mengambil keputusan tepat,” tutur Dominggus.
Lanjutnya, dalam waktu yang singkat kala itu, Almarhum Bram Ataruri memberitahukan kepada dirinya yang saat itu masih menjabat Bupati Manokwari
“Ada Provinsi ini tapi sudah bawah ke Sorong, Kabupaten Sorong tolak. Karena ini Inpres yang ditandatangani Ibu Mega. Saya bilang siap. Sebagai bupati saya siap terima dan amankan,” bebernya.
Setelah konsultasi dengan Menteri Dalam Negeri kata Dominggus, ia berkomunikasi dengan DPRD Manokwari. DPRD pun memberi dukungan sampai akhirnya disepakati untuk dialokasikan anggaran.
“Kami anggarkan dana sekian miliar membiayai tim 315. Kan tidak mungkin mereka berangkat tanpa adanya dana,” tuturnya lagi.
Tidak hanya itu, Dominggus juga menyebut pihaknya menyiapkan Kantor Gubernur, Kantor Bupati lama dengan dilengkapi kursi meja dan ruangan lalu ditugaskan OPD di Kabupaten Manokwari mereka sebagai tim kerja membantu Bram Ataruri selaku Gubernur.
“Jadi saat itu kita keluarkan dana tidak hanya bicara saja. Apalagi saat itu kita tidak didukung oleh Gubernur Irian Jaya. Lalu ini 6 kepala daerah terlibat untuk Papua Barat Daya masa mereka tidak berkorban. Jangankan APBD, pribadi pun berkorban, kalau tidak berkorban ya begini saling menyalahkan,” ketus Dominggus.
Lambert Jitmau selaku Wali Kota Sorong sekaligus kapasitas sebagai Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya beberapa hari lalu mengembalikan SK Gubernur Papua Barat dan menuding Gubernur tidak memfasilitasi pemekaran. Baik dari sisi anggaran maupun dukungan untuk tim ke Jakarta.
“Pak Wali bilang mau kembalikan SK. Memang SK itu dari Gubernur tapi dasar SK itu keluar karena mereka para Bupati dan Wali Kota di Sorong Raya melakukan rapat. Lalu kita (Gubernur) keluarkan SK menetapkan wali kota sebagai Ketua Tim Pemekaran,” ujar Dominggus.
Dominggus menjelaskan, dari segi pembiayaan itu merupakan tanggung jawab bupati dan wali kota se-Sorong Raya. Termasuk anggaran untuk membiayai lobi-lobi di Komisi II DPR RI maupun Kemendagri.
Menurutnya, SK yang dikeluarkan oleh Gubernur untuk memudahkan para kepala daerah dalam kaitan dengan pembiayaan proses pemekaran.
“SK itu dikeluarkan bulan Februari kita tetap membantu anggaran namun harus menunggu perubahan, tentu kita anggarkan Rp2,5 miliar untuk membantu tim Pemekaran terutama membiayai tim kajian dari Universitas Gadjah Mada. Mereka kan sudah turun temui saya di kantor,” ucapnya
Dominggus juga mempertanyakan sudah sejauh mana Lambet Jitmau bekerja. Apakah selama ini sudah mengumpulkan masyarakat untuk membicarakan pemekaran? Ia minta Lambert introspeksi.
“Apakah wali kota selama ini mengkoordinir masyarakat untuk membicarakan pemekaran? Kemudian apakah Pak Wali juga membangun komunikasi dengan para kepala daerah se-Sorong Raya selama ini untuk membicarakan persiapan pemekaran?” tanyanya.
Lambert Akui Kembalikan SK
Secara terpisah, Lambert Jitmau melalui sambungan telepon mengaku bahwa telah mengembalikan SK yang dikeluarkan oleh Gubernur Papua Barat yang menunjuk dirinya sebagai Ketua Tim Pemekaran Papua Barat Daya.
“Benar saya telah mengembalikan SK Gubernur karena selama ini kami merasa bagai anak ayam kehilangan induk,” kata Lambert.
Soal mengkordinir masyarakat dalam rangka mendorong proses pemekaran Papua Barat Daya, Jitmau memberi tanggapan ketus.
“Beliau yang kasih SK ke saya, tidak ada redaksi dalam SK itu saya dan masyarakat yang pergi urus langsung di Jakarta. Tidak ada redaksi begitu” ucap Lambert.
Disebutkan bahwa dalam SK tersebut bukan hanya dirinya, namun 6 kepala daerah di Sorong Raya sebagai Calon Ibukota Provinsi.
“Kita ini kan anak-anak, menghargai pak Gubernur sebagai orang tua sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat. Dia yang memfasilitasi kami, kami menghargai beliau selaku kami punya atasan, punya bapak dan abang untuk memfasilitasi bertemu dengan Presiden dan menteri. Namun kalau beliau menyebut seperti itu seakan-akan beliau menolak kami,” ucap Lambert.
Soal beban anggaran untuk membiayai proses pemekaran Papua Barat Daya, kata Jitmau, hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah tingkat I atau pemerintah provinsi.
“Di dalam SK tersebut menyebutkan bahwa beban biaya untuk percepatan pemekaran dibebankan kepada APBD tingkat I, hingga beliau mau turun tidak ada satu rupiah pun, jadi kami punya perasaan kan,” tuturnya
Dia menyebut bahwa Provinsi Papua Barat Daya merupakan janji politik Gubernur Papua Barat di masa Kampanye.
“Beliau janjikan kepada masyarakat Sorong Raya bahwa jika masyarakat pilih dia, akan memperjuangkan Provinsi Papua Barat Daya,” kata Lambert.
“Tidak tau apakah nanti beliau turun baru mekarkan kah atau seperti apa” tanya Jitmau
Disinggung soal anggaran yang telah dimasukkan dalam APBD Perubahan Tahun 2022, Lambert mengaku.
“Itukan cerita klasik. APBD Perubahan sedangkan masa jabatannya berakhir bulan Mei. Jadi gubernurnya sudah orang lain,” tuturnya.
Lambert Jitmau menegaskan bahwa SK Gubernur terkait pembentukan pemekaran dikeluarkan sejak tahun 2018, pada Bulan Februari seperti yang disebut Gubernur itu hanya memperpanjang SK
“SK itu sudah diterbitkan sejak 2018 kalau Februari kemarin hanya di perpanjang 2021, tahun 2022 berakhir lagi dan diperpanjang” ucapnya
“Kalau mau membantu kami kenapa tidak mengalokasikan dana di 2021 saat proses penetapan APBD induk 2022. Kalau APBD Perubahan ini nanti kan caretaker Gubernur. Lantas 5 tahun ini ada di mana? harus jujur saja” ujarnya
Lambert menyebut rencana pemekaran Papua Barat Daya tinggal menunggu penetapan UU Pemekaran di Tanah Papua. Seharusnya upaya bantuan dari gubernur ditunjukkan sejak awal.
“Besok ini mau penetapan Papua Barat Daya di DPR RI apakah jadi atau tidak, mengapa tidak dibantu sejak awal,” pungkas Jitmau. (LP2/red)