MANOKWARI, Linkpapua.com – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua Barat menyoroti belum adanya regulasi turunan dari Perpres Nomor 17 Tahun 2019 yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa. Ketiadaan aturan ini membuat OPD tidak memiliki pakem yang kuat dalam mengakomodir pengusaha orang asli Papua (OAP).
“Kalau di Provinsi Papua mereka membuat peraturan gubernur sementara di Provinsi Papua Barat belum ada. Maka jadilah bola liar. Jadi tidak ada acuan yang bisa dipegang oleh OPD untuk bagaimana mengalokasikan paket barang dan jasa kepada pengusaha OAP dengan mekanisme penunjukan langsung,” ujar Ketua Ombudsman Papua Barat Musa Sombuk saat menyerahkan kajian efektivitas pengadaan barang dan jasa untuk para pelaku usaha ke Penjabat Gubernur Papua Barat, Kamis (14/9/2023).
Dalam kajian tersebut sedikitnya berisikan proses pengadaan barang dan jasa dan tidak adanya peraturan daerah sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 2019. Karena itulah, Ombudsman membuat hasil kajian dan diserahkan ke pemprov.
“Kalau bisa segera dibuatkan database sistem, data pengusaha OAP harus secara elektronik. Jadi harus dimasukkan ke dunia digitalisasi. Harus Online. Tidak boleh offline,” jelasnya.
Musa Sombuk juga mengatakan, pengusaha OAP butuh modal. Di sinilah dituntut peran pemerintah agar dapat membantu dengan Jamkrida seperti di Papua.
Musa menilai, ini penting karena terkait dengan mekanisme kerja pengusaha. Jangan sampai karena tak punya modal, pengusaha OAP kehilangan kesempatan.
“Di saat tidak ada modal mereka tidak mencari rekan. Yang dapat OAP yang kerja non OAP. Bisa jadi masalah,” tegasnya. (LP12/red)