Gravitasi bumi ternyata menjalin hubungan asmara yang cukup romantis dengan minyak dan gas bumi (Migas). Terdengar aneh, bukan. Ini dijelaskan dalam sebuah Karya Tulis Ilmiah yang disusun oleh tiga mahasiswi cantik Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), asal Universitas Papua (UNIPA) Manokwari, Papua Barat.
Oleh: Joan Nandarsyah Putra
Sebagian orang mengenal Provinsi Papua Barat sebagai salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagian orang lagi mengenal wilayah ini sebagai daerah penghasil Migas yang cukup besar.
Lebih khusus untuk wilayah Kabupaten Sorong dan Teluk Bintuni di Papua Barat. Selain Pertamina, salah satunya di Kabupaten Sorong terdapat sumur minyak aktif di Distrik Salawati yang dioperasikan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), RH Petrogas Ltd.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) April 2020, blok Salawati menghasilkan lebih dari 750 Barrels of Oil per Day (BOPD) dan Gas sebesar 2,5 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).
Selain itu, di dekat blok Salawati juga terdapat Wilayah Kerja (WK) Kepala Burung yang dikelola oleh RH. Petrogas Ltd., melalui anak perusahaannya Petrogas (Basin) Ltd. Hasil Migas dari produksi Petrogas (Basin) Ltd dipergunakan 100 persen untuk kebutuhan dalam negeri, khususnya Papua Barat.
Blok Kepala Burung menghasilkan sekitar 5.000 barel minyak per hari dan lebih dari 20 juta standar kaki kubik gas per hari. Keseluruhan produk baik minyak mentah maupun gas, diperuntukkan bagi kebutuhan dan ketahanan energi domestik, yakni sebagai bahan bakar pembangkit listrik, khususnya di Kabupaten Sorong.
Sedangkan, di Kabupaten Teluk Bintuni terdapat British Petroleum (BP) Indonesia yang bertindak sebagai pengelola atau operator lapangan gas Tangguh di Teluk Bintuni. Saat ini, Tangguh LNG memiliki kilang di Distrik Wiriagar, Berau dan Distrik Muturi yang dioperasikan oleh BP Berau Ltd.
Tangguh saat ini pun sedang memulai pengembangan untuk menambah satu kilang LNG baru yang disebut Train 3. Kilang baru itu merupakan bagian dari proyek dengan kawasan pengembangan Migas di enam lapangan pada blok Wiriagar, Berau dan Muturi di Teluk Bintuni.
LNG Tangguh sudah memiliki dua Train dengan kapasitas masing-masing 3,8 juta ton per tahun (MTPA). Dengan beroperasinya Train 3 nanti, maka total kapasitas proyek pengolahan diprediksi akan mencapai 11,4 juta MTPA.
Kepala Departemen Hubungan Masyarakat (Humas) SKK Migas perwakilan wilayah Papua dan Maluku (Pamalu) Galih Agusetiawan mengatakan, Migas adalah energi paling nyaman untuk konsumen. Kenapa, dari Migas kita bisa menikmati jalan aspal, bahan bakar kendaraan, dan lain sebagainya.
Migas merupakan sumber energi yang menjadi komoditas kebutuhan yang ada saat ini dan mungkin masih dibutuhkan di masa depan. Namun demikian, SKK Migas menyadari, bahwa untuk dapat menyediakan kebutuhan kepada konsumen dibutuhkan waktu sangat lama, dimulai dari penguraian materi pada industri Hulu Migas hingga penyajian kepada konsumen.
Di mana SKK Migas harus mencari dulu sumbernya (dalam tanah), lalu diangkat ke permukaan dan diolah untuk kemudian dapat disajikan kepada konsumen. Untuk mewujudkan hal itu, SKK Migas telah berkomitmen bahwa investasi yang harus tercapai sampai dengan akhir 2021, ialah sebanyak US$12,38 miliar.
Sejauh ini, investasi Hulu Migas masih terjadi wilayah bagian barat Indonesia. Itu karena para investor belum melihat potensi yang ada di wilayah timur Indonesia. Sehingga titik kilang di wilayah Papua dan Maluku masih sangat sedikit.
Untuk melihat hal-hal yang belum terlihat di bawah permukaan (dalam tanah) seperti migas, secara teknis melalui metode ilmiah dibutuhkan mitra terbaik, salah satunya adalah para akademisi, termasuk mahasiswa. Dengan mengesampingkan segala perbedaan yang berorientasi pada masa depan yang lebih baik, maka pasti kan terwujud.
“Kami mengajak mahasiswa untuk menjadi mitra, mencari yang belum terlihat demi Future of Oil & Gas Development in Papua and Maluku. Karena migas adalah sumber energi, dan kebutuhan terhadap migas masih akan terus meningkat di masa mendatang,” kata Galih.
Riset yang Belum Terlihat
Mengutip artikel GeoMagz (penulis profesional di SKK Migas), keterdapatan migas di bawah permukaan Bumi tidak terjadi secara acak. Keterdapatan migas mengikuti prinsip atau hukum geologi yang disebut sistem hidrokarbon (petroleum system).
Hukum itu menyatakan, ada lima syarat yang harus dipenuhi agar migas terjadi dan terakumulasi di bawah permukaan bumi, yaitu ada batuan induk yang kaya zat organik dan matang yang menjadi ‘dapur’ tempat minyak dan gas dibentuk.
Kemudian, ada batuan reservoir tempat akumulasi migas tersimpan; Ada perangkap/jebakan tempat Migas terakumulasi; Ada batuan yang menyekat Migas yang telah terperangkap agar tidak keluar. Dan terakhir, ada migrasi, yaitu perpindahan migas dari ‘dapur’ batuan induk ke perangkap.
Jika satu dari lima syarat itu tidak dipenuhi, maka akumulasi hidrokarbon tidak akan terjadi. Kelima aspek tersebut pun tidak berdiri sendiri, namun harus saling berhubungan dalam ruang dan waktu geologi.
Selain itu, kelima aspek dalam sistem bisa sangat bervariasi, baik kondisi maupun kualitas. Kualitas yang buruk akan menjadi risiko geologi, tetapi jika kualitasnya baik, maka aspek-aspek itu akan menjadi peluang.
Kegagalan atau keberhasilan eksplorasi hidrokarbon untuk menemukan lapangan Migas baru mencerminkan risiko atau peluang geologi atas akumulasi.
Mengatasi permasalahan tersebut, tiga Mahasiswa cantik asal Unipa, mengemukakan pendapat mereka dalam sebuah karya tulis ilmiah berjudul: Pemanfaatan dan Analisis Kualitatif Data Satelit medan Gravitasi Bumi sebagai Alternatif Identifikasi Potensi Hidrokarbon di Papua Barat.
Dalam bidang kimia, hidrokarbon merupakan sebuah senyawa yang terdiri dari unsur atom karbon (C) dan atom hidrogen (H). Migas sering disebut juga hidrokarbon. Sebab, Migas terbentuk dari dominasi unsur hidrogen dan karbon.
Karya tulis ilmiah yang merupakan pengembangan dari dua Mata Kuliah dengan topik Geofisika itu, disusun oleh Radhiyah Fa’izah, Maria Simanjuntak dan Eka Kurnia Sari, dengan dosen pendamping atau pembimbing Dr. Richard Lewerissa, S.Si.,M.Sc.
Hasil riset selama tiga minggu yang dipersentasikan oleh Radhiyah Fa’izah itu, mencapai kesimpulan, bahwa pemanfaatan dan analisis kualitatif data satelit medan gravitasi bumi memberikan hasil awal yang cukup baik dalam mengidentifikasi potensi hidrokarbon di Papua Barat, secara khusus di cekungan Teluk Bintuni.
Secara umum, potensi Migas di cekungan Teluk Bintuni berasosiasi dengan pola spesifik anomali rendah, baik di anomali udara bebas ataupun anomali Bouguer yang berhubungan dengan batuan sedimen kuarter dan silisiklastik.
Selain itu, pemanfaatan data medan gravitasi bumi resolusi tinggi juga dapat digunakan untuk penentuan potensi hidrokarbon di Papua Barat, lebih khusus pada wilayah yang lebih kecil, seperti halnya pada penerapan studi panas Bumi di Distrik Momiwaren Kabupaten Manokwari Selatan (Mansel).
Untuk mempertegas interpretasi kualitatif tersebut, selanjutnya akan dilakukan interpretasi kuantitatif melalui pemodelan gravitasi untuk mendapatkan geologi bawah permukaan berdasarkan variabel fisis densitas batuan.
“Penelitian ini masih merupakan penelitian awal (kualitatif), sehingga Output yang didapatkan ialah untuk menuju ke interpretasi kuantitatif,” kata Fa’izah.
Meski masih dalam penelitian awal, namun coretan terhadap hal yang belum terlihat dibawah permukaan itu mendapat apresiasi dari SKK Migas. Sebab, para mahasiswa tersebut ternyata mampu mengejawantahkan potensi sumber Migas di Bumi Kasuari hanya dengan cara menganalisis data satelit medan gravitasi bumi.
Secara metafora disini terungkap hubungan nyata antara Gravitasi dan Migas yang sungguh berkaitan, dalam diam dan tak diketahui oleh orang awam, mengungkap keberadaan sumber potensi migas di bawah permukaan Bumi Kasuari. Cukup romantis.
Sebagai penutup, perlu diketahui bahwa SKK Migas adalah institusi yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas.
SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas berdasarkan KKKS. Pembentukan lembaga itu, dimaksudkan supaya pengambilan sumberdaya alam migas milik negara, dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (*)