MANOKWARI, Linkpapua.com – Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad mengungkap, masalah mendasar di Provinsi Papua Barat dalam memajukan daerah, ialah soal investasi. Banyak investor yang menarik diri lantaran selalu terbentur dengan prasyarat perihal kepastian hukum dan keamanan operasional.
“Salah satu hal yang bisa menggerakkan ekonomi daerah adalah investasi. Investor, berimplikasi pada investasi daerah karena perekonomian daerah tidak bisa digerakkan hanya berdasarkan APBD,” kata Rumadi kepada insan Pers di Manokwari, Papua Barat, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) persiapan implementasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 bidang tata kelola pemerintahan, Selasa (14/12/2021).
Rumadi menuturkan, pada 2018 lalu, ada investor yang sebenarnya berminat menanamkan modalnya pada suatu kawasan di daerah Sorong. Dinas penanaman modal wilayah setempat pun sudah menyediakan segala kebutuhan, mulai dari listrik, gas hingga air bersih agar investasi segera dapat dilakukan.
Akan tetapi, perihal investasi itu tak kunjung terealisasi dan bahkan sama sekali tak mendapat kejelasan lebih lanjut hingga saat ini. Hal serupa pun terjadi pada pengembangan investasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang juga berlokasi di Sorong.
Menurut Rumadi, kegagalan investasi itu akibat dari lemahnya tata kelola pemerintahan yang baik, seperti perizinan tata niaga, pengelolaan keuangan negara dan juga dalam hal penegakan hukum dan reformasi birokrasi.
“Hal-hal seperti ini yang menjadi masalah daerah (Papua Barat). Padahal, hasil dari investasi itu cukup besar bagi perekonomian daerah, bukan hanya untuk masyarakat Sorong tetapi juga Papua Barat,” ujar Rumadi.
Selain itu, Rumadi melanjutkan, bahwa sejak 9 Agustus hingga 13 Desember 2021, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) telah menerbitkan 65 ijin yang berkaitan dengan investasi. Akan tetapi, puluhan ijin itu kebanyakannya hanya berasal dari sektor kesehatan dan perikanan.
Pihak Kedeputian V KSP mendapatkan data tersebut saat menyambangi PTSP, guna mengetahui soal perijinan investasi yang telah terdata dan terdaftar melalui system Online Single Submission (OSS).
“Data yang kami terima, baru sebanyak 65 ijin diterbitkan sejak OSS diresmikan pada Agustus lalu. Kebanyakan ijin itu pun bergerak disektor kesehatan dan perikanan,” ujar Rumadi. “Belum bisa dipastikan, apakah investasi itu mampu menggerakkan ekonomi daerah atau tidak. Maksimalkah,” katanya lagi.
Lahan Ulayat
Di sisi lain, selain lemahnya tata kelola pemerintahan, persoalan lahan ulayat hingga kini pun masih menjadi hambatan terbesar bagi investasi. Dimana banyak para investor yang enggan menanamkan modalnya di Papua karena persoalan hak tanah ulayat masyarakat adat.
“Ini merupakan keluhan yang kami terima dari pihak PTSP. Mereka mengeluhkan terkait rumitnya soal perijinan investor yang akan menggunakan lahan ulayat. Dan ini sering menjadi hambatan bagi investor untuk masuk ke Papua,” kata Rumadi.
Terkait hal tersebut, lanjut Rumadi, menjadi tantangan Pemerintah Provinsi Papua Barat karena pada tahun ini telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) menyangkut kemudahan investasi. Perda itu akan mencoba menjawab berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam perijinan seputar penggunaan lahan ulayat untuk investasi.
“Diterbitkannya perda itu merupakan kabar baik. Ke depan akan dibuktikan, benarkah perda tersebut bisa menjawab persoalan ini atau tidak. Dan ini menjadi tantangan bagi gubernur dan para birokrat di Papua Barat,” ujar Rumadi.(LP7/red)





