BINTUNI, Linkapapua.com – Koordinator Kelompok Peduli Lingkungan di Teluk Bintuni, Oktavianus Merani mengatakan, pihaknya bersama BKSDA menemukan aktivitas penebangan cagar alam di areal depan sekolah terpadu, seluas 15,6 hektar. Ironisnya, penebangan itu diduga menjadi lahan komersialisasi.
“Persoalannya adalah belum ada pengalihan status hutan tetapi kemudian sudah ada pemukiman dan penebangan. Sepertinya itu menjadi ladang bisnis karena terdapat tambak,“ ujar Merani, Kamis (2/3/2023).
Dijelaskan Merani, aktivitas itu membuat hutan mangrove kehilangan fungsi. Padahal, kata dia, mangrove sangat bermanfaat sebagai cagar alam yang menjadi sistem penyangga kawasan sekitar.
“Jika hutan cagar alam dirusak akan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Pasalnya, hutan mangrove merupakan habitat (tempat hidup) bagi biota laut seperti udang kepiting dan ikan untuk mencari makan,” paparnya.
Dampak lain dari kerusakan ini adalah menjauhnya biota laut. Yang kemudian akan membuat nelayan kesulitan mencari sumber penghasilan.
“Di sisi lain, hutan mangrove bermanfaat untuk menyerap karbondioksida dan pencegah banjir serta tanah longsor. Kawasan Bintuni yang memiliki struktur tanah lumpur berpasir berbahaya jika terjadi gempa sehingga mangrove ini bermanfaat untuk menahan longsor tersebut,” terang Merani.
Merani berharap penebangan mangrove segera dihentikan. Pihak-pihak terkait diminta segera melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pemilik hak ulayat. (LP5/red)