MANOKWARI, Linkpapua.com – Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi melakukan kajian kualitatif pembangunan ekonomi hijau dan kondisi sosial demografi penduduk Indonesia, Kamis (10/11/2022).
Kepala BPS Papua Barat, Maritje Pattiwaellapia, mengatakan alasan utama munculnya pembangunan ekonomi hijau didasari harapan akan pembangunan berkelanjutan, yang dibangun melalui pendekatan lebih terintegrasi dan komprehensif dengan penggabungan antara faktor sosial dan lingkungan dalam proses pertumbuhan ekonomi.
“Praktik ekonomi ramah lingkungan ini bahkan didukung oleh adat dan budaya. Sebagai contoh dalam bentuk pantangan menebang pohon pala karena memiliki simbol sebagai seorang ibu,” kata Maritje.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora (IPSH) BRIN, Ahmad Najib Burhani, mengatakan saat ini Indonesia dihadapkan pada tantangan sosial dan demografi.
“Hasil sensus penduduk 2020 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan meskipun data menunjukkan laju pertumbuhan penduduk terjadi penurunan,” ungkapnya.
Ahmad berujar, jika dilakukan penelaahan lebih mendalam, proyeksi penduduk memperlihatkan Indonesia akan masuk dalam populasi penduduk menua (aging population) serta mobilitas penduduk yang semakin tinggi.
Sementara, Penjabat Gubernur Papua Barat diwakili Kepala Badan Riset dan Inovasi Dity PT RT RW Zataerah (BRID) Papua Barat, Charlie Heatubun, mengatakan komitmen Indonesia untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca melalui pembangunan hijau merupakan hal penting. Hal ini dalam rangka mendukung keberhasilan arah kebijakan dan implementasi pembangunan berkelanjutan.
“Tahun 2030 Indonesia bertujuan untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 31,89 persen sambil mempertahankan pertumbuhan PDB tahunan sebesar 7 persen untuk mendukung agenda ekonomi hijau,” ujarnya.
Insiatif ini, kata dia, sejalan dengan agenda global COP UNFCCC ke-21 di Paris lalu yang menghasilkan kesepakatan Nationally Determined Contribution (NDC).
“Isinya mengatur dan memproyeksikan potensi penurunan emisi GRK dilakukan oleh para negara dalam kerangka waktu pasca-2020,” sebutnya. (LP3/Red)