PARTAI NasDem dan PKS dari awal ingin memasangkan Anies Baswedan-Khofifah Indar Parawansa sebagai capres-cawapres. Tertunda karena Demokrat masih menawarkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Setelah diskusi panjang, hingga berbulan-bulan dan bahkan pergantian tahun (2022-2023), akhirnya deal. Kamis (26/1/2023), Demokrat memutuskan untuk mengusung Anies Baswedan.
Bagi Demokrat, AHY bukan harga mati untuk menjadi cawapres Anies. Sampai di sini, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ayah AHY sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dianggap konsisten. “Setuju Anies-Khofifah, tapi jangan halangi AHY untuk tampil,” begitu informasinya dari beberapa bulan lalu ketika SBY ditemui Jusuf Kalla (JK) di Cikeas.
Apa pertimbangan Koalisi Perubahan mengusung Anies-Khofifah?
Pertama, Khofifah kuat di Jawa Timur. Mayoritas warga Jawa Timur itu Nahdhiyin. Selain gubernur, Khofifah adalah mantan Ketua Muslimat NU. Pasar Khofifah di kalangan kaum perempuan Nahdhiyin juga sangat kuat. Majunya Khofifah sebagai cawapres, besar kemungkinan akan mampu meraih lebih dari 50 persen suara warga Jawa Timur.
Diprediksi bisa lebih besar dari suara yang diperoleh saat Pilgub Jawa Timur mengingat saat ini Khofifah adalah Gubernur Jawa Timur. Sebagai gubernur, pestasi, hasil kerja dan jaringan Khofifah tentu makin besar.
Tidak saja Jawa Timur, dengan mengambil Khofifah sebagai cawapres, warga Nahdhiyin di seluruh Indonesia, termasuk di Jawa Tengah akan merasa memiliki representasinya. Ini juga sekaligus dapat mengurangi suara bakal calon dari PDIP, khususnya di Jawa Tengah.
Kedua, apatisme sebagian warga Nahdhiyin terhadap isu politik identitas, radikalisme, wahabi, kadrun, dan sejenisnya, yang selama ini cukup berhasil dituduhkan bahkan “difitnahkan” ke Anies dan disebar secara sengaja dan intens oleh lawan politik di kalangan warga Nahdhiyin akan dengan sendirinya mereda. Hadirnya Khofifah, mantan ketua muslimat NU, akan menghapus semua tuduhan itu.
Dari sini akan banyak yang sadar ternyata “semua itu adalah permainan isu dan manuver politik”. Kaum santri menyebut itu semua adalah fitnah dan kejahatan politik. Akan banyak santri dan akademisi lugu (gak paham politik) yang akan tersadarkan.
Ketiga, Jawa Timur merupakan penduduk terpadat kedua setelah Jawa Barat. Ada 30 juta pemilih di Jawa Timur. Anies kuat di Jawa Barat, tapi tidak di Jawa Timur. Dengan memasangkan Anies-Khofifah, maka relatif mudah bagi koalisi perubahan memenangkan Jawa Timur dan Jawa Barat.
Membaca data pemilu-pemilu sebelumnya, siapa yang menang di dua dari tiga wilayah terbesar di Indonesia ini yaitu Jawa Barat (34 juta pemilih), Jawa Tengah (27 juta pemilih) dan Jawa Timur (30 juta pemilih), mereka yang akan menang. Dengan memasangkan Anies-Khofifah, pasangan ini diprediksi kuat akan memenangkan kontestasi Pilpres 2024. (*)
Dr. Taufiqurokhman, A.Ks, S.Sos, M.Si
Pengamat Kebijkan Publik