MANOKWARI, Linkpapua.com – Advokat senior, Metusalak Awom, mengkritisi kebijakan institusi kepolisian yang memutasi anggota Polri bermasalah ke Polda Papua Barat. Kebijakan itu dinilai mendiskreditkan Papua.
“Semua yang ada di Tanah Papua diletakkan orang-orang bermasalah. Menunjukan bahwa bukan hanya ungkapan, tetapi dibuktikan secara nyata,” ketus Metusalak, Kamis (30/12/2021).
Kritik ini dilayangkan Metusalak menyikapi isu Aiptu Rudi Pandjaitan, oknum polisi yang diduga menolak laporan warga di Jakarta Timur. Rudi dikabarkan dimutasi keluar dari wilayah hukum Polda Metro Jaya. Dia dilempar ke Polda Papua Barat.
Menurut Metusalak, mutasi ini tidak etis. Seolah-olah Papua adalah tempat pembuangan bagi orang-orang bermasalah.
“Kami semakin terluka dengan kebijakan yang diberikan negara. Belum tuntas penyelesaian persoalan Hak Asasi Manusia (HAM), terjadi perang berkecamuk, sebagian warga lalu mengungsi hingga tidak merasakan Natal dengan damai. Lalu muncul lagi ungkapan dan tindakan yang melukai orang Pupua. Mutasi ini mendiskreditkan Papua,” paparnya.
Metusalak juga menyinggung banyaknya perlakuan negara yang melukai nilai intelektualitas orang Papua.
“Tindakan rasisme terus dilakukan negara terhadap kami orang Papua. Kemarin persoalan rasisme, kami disebut bodoh. Belum lagi ucapan Menteri Sosial yang mengancam akan membuang bawahannya ke Papua. Sekarang orang bermasalah dibuang ke sini. Ini semua mengakumulasi kekecewaan kami,” tandasnya.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Barat, Kombes Pol Adam Erwindi, dikonfirmasi terpisah membantah jika disebut Papua Barat tempat pembuangan.
“Tidak benar kalau disebut Papua Barat tempat buangan. Justru itu kepercayaan pimpinan kepada Polda Papua Barat untuk membina anggota bermasalah seperti itu agar jadi baik dalam bertugas ke depannya,” kata Adam.
Ditanya soal apakah Aiptu Rudi Pandjaitan sudah ada di Polda Papua Barat, Adam belum memastikannya.
“Belum. STR (surat telegram, red) baru keluar,” ujarnya.
Mutasi Aipda Rudi Pandjaitan itu tertuang dalam surat telegram Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran dengan nomor ST/26.21/XII/KEP./2021. Telegram itu diteken Fadil pada Selasa (28/12/2021). (LP2/Red)