MANOKWARI, linkpapua.com- Kuasa hukum S, ibu rumah tangga yang ditetapkan sebagai tersangka kasus KDRT dan kekerasan terhadap anak, Patrix Barumbun Tangdirerung menyebut, penetapan kliennya sebagai tersangka mencerminkan kurangnya kepekaan terhadap konteks dan rangkaian peristiwa yang sebenarnya. Kata Patrix, S adalah korban yang seharusnya dilindungi.
“Saudara bayangkan bagaimana seorang ibu yang sedang menahan sakit akibat dianiaya, ditinju hingga mulutnya mengeluarkan darah, dikurung dalam kamar. Lalu ketika ia bisa keluar dari kamar, secara instingtif karena diperlakukan tidak manusiawi, ia melempari pelaku dengan helm. Tidak kena. Lalu ia meraih gembok kemudian kembali melempari pelaku. Dalam keadaan seperti itu: terhina, luka, hatinya terkoyak karena anaknya dilecehkan, berharap keadilan, justru ia dilaporkan dan belakangan jadi tersangka. Padahal ia adalah korban,” terang Patrix, Kamis (3/11/2022).
Menurut Patrix, bersama tim hukum dari LBH Sisar Matiti, pihaknya telah bertemu dengan S dan berkoordinasi pihak penyidik di Polres Manokwari. Ia dan tim telah meminta testimoni atas peristiwa tersebut.
Pihaknya berkesimpulan bahwa dinamika kasus ini sesungguhnya berangkat dari laporan tandingan atas laporan pelecehan anaknya oleh suaminya yang berinisial MSH. Belakangan MSH yang juga adalah oknum anggota Polri telah ditahan sebagai tersangka dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga serta Pencabulan Anak di Bawah Umur.
MSH dan S adalah sepasang suami istri yang sama-sama menjalani pernikahan kedua, dengan anak bawaan masing-masing. Kuasa hukum S lainnya, Melkianus Indouw menjelaskan bahwa pencabulan dilakukan terhadap anak dari S sejak ia masih berumur 12 tahun.
“Jadi MSH ini diduga melakukan pencabulan terhadap anak tirinya yang berinisial NK sejak tahun 2018, waktu itu korban NK masih berumur 12 tahun, dan baru kemarin bulan Juli 2022 korban NK melaporkan perbuatan itu ke ibunya. Saat itu pula Ibunya bersama mantan suaminya (ayah kandung korban NK) melaporkan pelaku MSH ke Polda Papua Barat,” ungkap Melkianus.
Melkianus mengatakan bahwa bukan hanya pencabulan terhadap anaknya, korban S juga melaporkan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku MSH terhadap dirinya.
“Jadi kejadiannya itu setelah korban melaporkan pelaku MSH, tidak berselang lama kemudian pelaku MSH menganiaya korban hingga babak belur, hal ini kemudian kami laporkan lagi ke kepolisian pada bulan Juli juga. Namun penyidikan terhadap pelaku ini terkesan lambat, dia baru ditahan minggu kemarin saja. Dan hingga kini belum ada sidang etik untuk memecat pelaku. Saya heran sekali,” lanjut Melkianus.
Patrix menambahkan, atas penetapan S sebagai tersangka, pihaknya meminta Polres Manokwari untuk memberikan atensi khusus terhadap kasus ini, dengan menitikberatkan hadirnya empati dan pemihakan terhadap S sebagai korban sekaligus saksi.
“Ibu ini seharusnya dilindungi. Kalaupun ada tindakannya yang dinilai melawan hukum penting untuk melihat konteks peristiwa, relasi kuasa dalam rumah tangga yang bersangkutan, kami menilai perspektif ini yang kurang. Ada keadilan yang bermakna proporsionalitas tindakan yang perlu dihadirkan. Kami yakin dengan sungguh bahwa rekan-rekan penyidik memahami dinamika masalahnya. Ibu ini sudah jatuh karena anaknya dilecehkan, ia dianiaya, masih ketimpa tangga,” sebutnya, Kamis 3 November 2022 di Pengadilan Negeri Manokwari.
Ia juga menilai kliennya sangat kooperatif, sehingga walaupun ditetapkan sebagai tersangka, yang bersangkutan tidak perlu ditahan misalnya jika dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti atau melarikan diri.
“Untuk langkah hukum, kami sedang memikirkan langkah-langkah untuk mengajukan praperadilan,” tambahnya.
Mewakili keluarga korban, Patrix juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah menyampaikan empati dan solidaritasnya kepada kliennya. Dukungan masyarakat sangat perlu karena itu juga atensi yang dibutuhkan bagi proses penegakan hukum yang berkeadilan. (*/red)