28.3 C
Manokwari
Sabtu, April 27, 2024
28.3 C
Manokwari
More

    Masyarakat Adat dan Praktik Ekosentrisme di Miyaah Kabupaten Tambrauw

    Published on

    Penulis: Semuel Sander Erari, S.Pd, M.Si

    Tambrauw merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Papua Barat yang benar-benar menghargai nilai keanekaragaman hayati. Pemimpinnya memiliki filosofi pada nilai-nilai itu.

    Hal ini nampak lewat kebijakan-kebijakan yang diambil terkait dengan pelestarian hutan untuk dijadikan spot-spot pengamatan burung Cenderawasih (tempat bermain burung Cenderawasih). Masyarakat adat yang hidup dan berinteraksi dengan hutan sejak dahulu hingga kini memiliki pandangan yang baik dalam menjaga hutan.

    Sikap arif dalam berburu yang menggunakan senjata lokal (panah, busur dan jerat) menunjukan bahwa komponen ekologis di Tambrauw bernilai dan patut diperlakukan secara etis.

    Tulisan ini saya tulis ketika saya berada dalam suatu perjalanan ke Kampung Ayapokiar, Distrik Miyaah Kabupaten Tambrauw. Saya melakukan perjalanan untuk tujuan pengamatan burung Cenderawasih kecil (Paradiseae minor).

    Dalam perjalanan saya berdiskusi dengan seorang dosen dan juga peneliti dari Universitas Papua yaitu Dr. Sepus M. Fatem S Hut M Sc saya menimba banyak hal tentang konservasi Tambrauw. Ini perjalanan akhir pekan, sekaligus mendapat pembejaran sekitar 4 SKS tentang konservasi apabila diposisikan ke dalam kelas perkuliahan.

    Baca juga:  Nilai Cacat Hukum, YLBH-SM Bakal Gugat Penggantian Wakil Ketua DPRD Teluk Wondama

    Saya akan menulis pandangan saya tentang sikap arif terhadap alam (praktik ekosentrisme) di Kampuang Ayapokiar, Distrik Miyaah Tambrauw.

    Hutan Tropis di Tanah Papua yang luasnya ± 9.713.134 hectares merupakan anugerah Tuhan bagi masyarakat adat di negeri ini untuk mengelolanya dengan bijaksana. Bijaksana yang saya maksud kini saya jumpai dalam perjalanan kali ini ke Tambrauw.

    Masyarakat adat di Tambrauw menghargai setiap ekosistem yang ada di sana. Mereka menghargai setiap kupu-kupu yang ada di alam. Mereka juga menghargai setiap batu, tanah, air yang ada di kebun. Mamalia, reptile, anggrek dan setiap pohon yang tumbuh di atas tanah mereka mendapat perlakuan yang beretika.

    Sesungguhnya ini adalah konsep ekosentrisme yang dipraktikkan oleh masyarakat adat di Miyaah Tambrauw. Ekosentrisme adalah sebuah teori etika lingkungan yang praktiknya adalah menghargai komponen alam abiotik seperti tanah, air, batu, suhu dan biotik yaitu makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan bakteri.

    Baca juga:  Tujuh Orang Meninggal Akibat Lakalantas di Mansel, Dominan Akibat Miras

    Semua ini mendapat perlakuan moral yang sama. Bagi saya itu adalah wujud rasa syukur kepada sang pencipta alam semesta.

    EKOSENTRISME

    Sebuah teori etika lingkungan dengan filosofis menghargai semua komponen ekologis dengan memandang bahwa semua itu bernilai. Bukan berarti hubungan manusia dengan sesama manusia saja yang bernilai, bermoral dan beretika.

    Ekosentrisme mengajarkan manusia untuk memiliki pandangan baru yaitu semua tindakan harus berpusat pada alam. Relasi manusia dan makhluk hidup lain harus bermoral.

    Konsep ini sering dikenal sebagai Deep Ecology yaitu salah satu versi teori ekosentrisme. Deep ecology memusatkan perhatian pada kepentingan jangka panjang. Artinya semua prinsip moral dan etika yang dikembangkan tentu menyangkut dengan upaya-upaya pelestarian sumber daya alam dalam jangka panjang.

    Kemudian semua itu bukan hanya sebuah konsep namun harus lewat aksi dan praktik nyata.

    Seandainya Arne Naes seorang Filsuf Norwegia yang memperkenalkan Deep Ecology di tahun 1973 masih hidup, saya yakin beliau akan mengunjungi Tambrauw. Karena apa yang Naes harapkan terwujud di sana.

    Baca juga:  Oknum Pegawai KPU Teluk Bintuni Dilapor Dugaan Perkawinan Paksa

    Mungkin Naes akan tinggal beberapa bulan lalu menulis teori baru lagi yang dikembangkan dari Deep Ecology.
    Pokok Filsafat Naes dalam Deep Ecology adalah Ecosophi. Ecosophi mengalihkan pandangan kita bahwa pengetahuan tentang alam mengalami perubahan menjadi sebuah kearifan.

    Artinya ilmu pengetahuan berubah menjadi sebuah kearifan dan manusia mengatur alam seperti mengatur rumah tangganya. Merawat rumah tangganya setiap hari. Setiap hari artinya itu menjadi sebuah pola hidup, gaya hidup atau kebiasaan setiap hari. Bukan hanya sebuah konsep yang dirumuskan tetapi harus nampak dalam tindakan.

    Saya harus mengatakan bahwa masyarakat Miyaah di Tambrauw sudah menganut konsep Ecosophi yang dimaksud Naes. Untuk itu lewat tulisan ini saya berharap kepada semua yang membaca untuk mendukung upaya-upaya konservasi di Tambrauw demi masa depan ekologis yang lebih baik. Salam lestari. (*)

    Latest articles

    Tekan Stunting, Pemprov Papua Barat Salurkan Sembako untuk Tambahan Gizi Balita

    0
    MANOKWARI, linkpapua.com- Pemprov Papua Barat bersama Tim Satgas PPKES berkunjung ke Puskesmas Sangeng, Manokwari, Sabtu (27/4/2024). Kunjungan ini dalam rangka sosialisasi holistik penghapusan kemiskinan...

    More like this

    Pemprov PB Minta Persiapan Kedatangan Wamendagri dan Pangdam Kasuari Dimatangkan

    MANOKWARI, linkpapua.com- Pemerintah Provinsi Papua Barat meminta seluruh stakeholder mematangkan persiapan kedatangan Wakil Menteri...

    Buka Penjaringan Cakada, 1 Pasangan Sudah Daftar ke PDI-P Tambrauw

    TAMBRAUW, Linkpapua.com- Pasangan Bakal Calon (Balon) Kepala Daerah Kabupaten Tambrauw periode 2024- 2029 Nico...

    Gabriel Asem 2 Periode Pimpin Tambrauw: Pejuang Infrakstruktur hingga Pelopor Konservasi

    TAMBRAUW,linkpapua.com- Bupati Tambrauw periode 2011-2022, Gabriel Asem menoreh banyak karya monumental selama dua periode...