MANOKWARI, Linkpapua.com – Sepuluh bupati-wali kota ditetapkan sebagai penerima penghargaan Anugerah Kebudayaan Persatuan Wartawan Indonesia (AK-PWI) pada Hari Pers Nasional (HPN) di Kendari, Sulawesi Tenggara tahun depan. Ke-10 kepala daerah ini telah melewati proses seleksi dari berbagai penilaian.
Penilaian dimulai dengan seleksi administrasi, penjurian berkas proposal dan video, kemudian berpuncak pada presentasi dan tanya jawab satu-persatu dari 10 nomine. Presentasi secara luring dengan prokes ketat, berlangsung di Kantor PWI Pusat, lantai 4 Gedung Pers Jakarta, Kamis 16 Desember 2021.
Sehari sebelumnya para bupati / wali kota tersebut bersilaturahmi dengan pengurus PWI Pusat, Dewan Pers, dan tokoh-tokoh pers, Panitia HPN, dan Pelaksana AK-PWI.
Tim Juri yang diketuai oleh Agus Dermawan T, dengan anggota Ninok Leksono, Nungki Kusumastuti, Atal S.Depari , dan Yusuf Susilo Hartono (sekaligus Ketua Pelaksana AK-PWI).
Tim juri menetapkan penerima penghargaan AK- PWI pada HPN 2022 sebanyak 10 kepala daerah, dengan rincian enam bupati, dan empat walikota.
Mereka adalah Walikota Padang Panjang, Sumatra Barat, Fadly Amran (Datuak Paduko Malano); Bupati Magetan, Jawa Timur, Suprawoto; Bupati Lamongan, Jawa Timur, Yuhronur Efendi; Bupati Indramayu, Jawa Barat, Hj.Nina Agustina; Wali Kota Bekasi, Jawa Barat, Rahmat Effendi; Bupati Sumbawa Barat, NTB, Musyafirin; Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah Gibran Rakabuming Raka; Wali Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, H.Helmi Hassan; Bupati Buton, Sulawesi Tenggara, La Bakri; dan Bupati Lamandau, Kalimantan Tengah, Hendra Lesmana.
Kearifan Lokal
Untuk memenangkan kesehatan (melawan Covid) dan perilaku baru, para bupati dan wali kota, menggunakan kearifan lokal, di luar cara-cara formal yang telah ditetapkan pemerintah pusat, berupa cuci tangan, pakai masker, jaga jarak.
PWali Kota Padang Panjang Fadly Amram, misalnya, menjadikan rumah gadang tidak hanya rumah tinggal satu kaum, namun juga berfungsi sosial. Dalam hal ini digunakan untuk tempat isolasi mandiri warga kaum adat yang merasa ragu dan malu menjalani isolasi di Rumah Sakit Daerah, dan lainnya.
Di rumah gadang mereka merasa di rumah sendiri. Apalagi makanan diantar sanak saudara pula.
Wali Kota Bengkulu Helmi Hassan, mereaktualisi tradisi belenguk (berkumpul berkerumun) gaya baru dengan berbagai terobosan aplikasi mutakhir. Salah satunya SLAWE (Sistem Layanan Administrasi Warga Elektronik) untuk urusan kependudukan.
Sementara Kabupaten Sumbawa Barat Musyafirin dengan pemberdayaan nilai tradisi Siru’ (gotong royong) yang diimplementasikan melalui instrumen Pariri, dalam bidang sosial, ekonomi, kesehatan, dll.
Lalu Bupati Buton La Bakri menjalankan “lockdown” poago, yang merupakan tradisi tua untuk mengatasi pandemi, dengan melibatkan para pemangku adat. Di samping itu tentu saja tetap mengikuti prokes formal.
Poago menjadi bukti, bahwa nenek moyang Buton, sudah mempunyai metode untuk menjaga kesehatan warga dan menangkal wabah.
Setelah memasuki level 4, sebanyak 38 orang meninggal, Bupati Lamandau Hendra Lesmana bersama warganya selain berupaya secara medis, mereka kembali menengok tradisi, menjalankan Babantan Laman/ Tula Bala/ Balalayah, berupa ritual adat Dayak Tumon, dengan kepercayaan Kaharingan.
Tradisi tersebut “disesuaikan” dengan keragaman kepercayaan yang ada, sehingga bisa diikuti seluruh warga meski beda kepercayaan /agama dengan bahagia. Berangsur-angsur pandemi teratasi. menurun.
Terobosan Kebudayaan
Di samping menjaga keseimbangan kesehatan dan ekonomi, para bupati dan wali kota terus berusaha mewujudkan kerja-kerja kebudayaan dan penggunaan teknologi informasi.
Bupati Magetan Suprawoto, yang punya visi misi menjadikan kabupaten literasi, misalnya, menggenjot berbagai program literasi, seperti penulisan sejarah desa, sejarah sekolah. Memfasilitasi motor penggerak kelompok penulis yang telah menerbitkan ratusan judul buku.
Menggelar apresiasi melalui program purnama sastra dengan membaca puisi (jawa), cerita pendek, mendongeng, bedah buku. Ditengah kesibukan melayani rakyat, Suprawoto sendiri terus menulis untuk majalah, koran, juga membuat buku. Boleh jadi ia “bupati penulis” yang paling produktif saat ini.
Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, dengan tagline “Megilan” tengah berusaha merekonstruksi kejayaan Lamongan, sebagai pusat peradaban Raja Airlangga, melalui pengukuhan 1000 tahun prasasti Cane. Adanya situs Makam Nyai Andongsari dan temuan sebuah situs Punden Berundak Sitinggil yang diyakini bahwa Gajah Mada lahir di Lamongan.
Jejak kejayaan Lamongan juga bisa dilihat pada masa penyebaran agama Islam di pantai utara yang dilakukan Sunan Drajat, Sunan Senang Dhuwur, Joko Tingkir dan peninggalan Gapura Paduraksa Bersayap. La,oham sebagai tempat peradaban ekonomi di masa kolonial dibuktikan dengan adanya Waduk Prijetan dan tenggelamnya Kapal Van Der Wick.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, menggunakan pendekatan tradisi gotong royong, merangkul para pemikir kebudayaan, hingga para seniman agar tetap bisa berkarya dengan memanfaatkan berbagai kanal dan teknologi informasi di masa pandemi menuju kenormalan baru.
Menggelar berbagai ajang festival, baik tradisi maupun kontemporer. Merenovasi Taman Balekambang dengan wajah baru, sebagai arena kreasi dan rekreasi yang lebih ramah dan mudah diakses. Awal Desember lalu, Surakarta bersama daerah lain, dinobatkan sebagai Kota Pemajuan Kebudayaan oleh Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI).
Kota Bekasi, bertetangga dengan Jakarta, meski masuk Provinsi Jawa Barat. Akar sosio kulturalnya Kerajaan Tarumanegara. Kini dikenal sebagai kota perdagangan dan industri, berpenduduk 3 jutaan. Wali Kota Rahmat Effendi, sebagai anak betawi Bekasi, terus melestarikan identitas dan budaya Betawi, di tengah mayoritas penduduk pendatang (Jawa), dan berpacu dengan budaya metropolis.
Dalam melayani warga di era pandemi, menggunakan aplikasi LKM-Sijoni untuk layanan kesehatan berbasis NIK. dan berbagai aplikasi lain untuk layanan antar obat secara gratis, hingga kebutuhan forensik. Obyek wisata dan hiburan mulai dibuka dengan prokes.
Bupati Indramayu Nina Agustina Da’i Bachtiar selain menggunakan pendekatan hukum dalam menghadapi persoalan klasik Pekerja Migran Indonesia (PMI), kini mulai menggunakan pendekatan kultural, diantaranya dengan film Ngarot. Tak tanggung-tanggung, ia ikut menjadi pemain.
Film produksi lokal tersebut mengetengahkan kultur lokal wong Dermayu, memori kolektif, dengan menyentuh rasa, terhadap berbagai persoalan lokal yang aktual maupun laten. Film yang ditayangkan melalui berbagai berbagai platform itu, ditujukan untuk menggugah kesadaran kaum muda Indramayu agar berani bangkit, mengatasi stigma-stigma buruk terhadap wong Dermayu. (LP2/Red)