MANOKWARI, linkpapua.com – Polda Papua Barat berhasil membongkar skandal kejahatan perbankan di Bank Arfindo Papua Barat. Dari kasus ini, penyidik telah menetapkan 12 tersangka.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua AKBP Robertus A Pandiangan mengonfirmasi, 10 dari 12 tersangka merupakan dewan direksi dan kepala cabang Bank Arfindo. Sementara 2 lainnya dari luar bank.
Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka yakni, PM yang merupakan Direktur Utama Bank Arfindo, JI sebagai Direktur Operasional dan NAC yang merupakan eks komisaris. Selain itu, ada AH yang merupakan eks Kepala Cabang Arfindo Sorong, SRA staf di Arfindo, FL selaku supervisor di Kantor Cabang Arfindo Sorong, IP staf di Arfindo, L eks Kepala Cabang Arfindo Sorong, SS Pimpinan BPR Arfindo Fakfak, HS selaku direktur PT.
PSMS yang dulu merupakan orang dalam Bank Arfindo.
Adapun 2 tersangka lainnya adalah dari eksternal Arfindo. Mereka yakni SDE Direktur PT JMP dan LW selaku Direktur CV RF.
AKBP Robertus A Pandiangan mengungkapkan, para tersangka terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU). Mereka diduga menggelapkan uang sebesar Rp345,8 miliar.
“Masalah ini dilaporkan pada Agustus 2023. Penyidik menetapkan 12 tersangka yang terdiri dari 10 orang dalam Bank Perkreditan Arfindo dan dua tersangka dari pihak luar,” kata AKBP Robertus A Pandiangan, Senin (2/10/2023).
Robertus mengungkapkan, para tersangka saat ini belum ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik direktorat kriminal umum Polda Papua Barat. Alasan belum ditahan karena mereka dinilai kooperatif.
“Selain masih dianggap kooperatif alasan kita belum menahan tersangka karena masih dilakukan asset tracking terhadap aset-aset para tersangka, mengenai tindak pidana pencucian uang TPPU,” kata AKBP Robertus.
Dalam kasus dugaan penggelapan dana Bank Arfindo, dilaporkan oleh NAC selaku Direksi Bank arfindo terkait kredit macet yang terjadi di bank tersebut. NAC kemudian ditetapkan sebagai tersangka karena penyidik menemukan bukti terkait aliran dana yang ia nikmati bersama tersangka lain.
“NAC awalnya merupakan direksi yang membuat laporan terkait dengan kredit macet. Setelah diselidiki ternyata ia juga menikmati uang tersebut saat masih menjabat sebagai komisaris,” kata Robertus Pandiangan.
Bank Arfindo adalah bank swasta yang sahamnya berasal dari sejumlah pihak. Juga sebagai bank swasta yang menghimpun dana dari Masyarakat sebagai nasabah dalam bentuk pinjaman dan deposito.
“Perbuatan para tersangka mengakibatkan Arfindo sebagai bank yang dianggap gagal atau tidak mampu sebagai bank menjalankan kewajiban kepada nasabah,” ujarnya.
Pandiangan menegaskan bahwa para tersangka melakukan kejahatan yang terstruktur, masif dan terencana. Para tersangka menjalankan aksi mereka sejak Tahun 2012.
“Yang ditemukan penyidik terkait penggelapan dalam jabatan yakni para kepala cabang dan direksi memberikan leluasa kepada pihak luar sudah bekerja sama, untuk mengajukan kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan di bank tersebut,” kata Robertus Pandiangan.
Direksi dan komisaris serta para kepala cabang bank tersebut sejak 2012 memberikan pinjaman tanpa agunan kepada nasabah yang bersekongkol antara mereka. Ini dilakukan hingga tahun 2022.
“Dewan direksi dan komisaris serta kepala cabang menggunakan kewenangan didalam untuk memperlancar pinjaman diluar SOP Bank, uang tersebut dikumpulkan di sebuah koperasi,” katanya.
Dia juga mengungkap bahwa para dewan direksi dan komisaris serta supervisor mencari user. Para user diminta mengajukan pinjaman kredit untuk pembelian rumah. Uang dari user ini kemudian dimasukan dalam rekening penampungan lalu dibentuk koperasi yang di dalamnya ada orang-orang Bank Arfindo.
“Uang dari Bank Arfindo ditampung di rekening atas nama tersangka tersangka dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, lalu di tahun 2017 setelah uang terkumpul kemudian dibagi ke para pengurus koperasi yang juga merupakan para pimpinan bank,” jelasnya.
Penyidik dalam kasus ini melakukan pemeriksaan terhadap 30 orang yang terdiri dari pihak bank serta para nasabah. Saat ini penyidik tengah berupaya untuk melakukan pemeriksaan saksi ahli dari PPATK dan saksi ahli perbankan.
Selain saksi, penyidik juga telah mengamankan sejumlah dokumen berkaitan dengan kejahatan ini dan uang tunai sebagai barang bukti.
“Uang yang kita amankan dari tersangka yang mengembalikan,” ucapnya.
Penyidik awalnya menerapkan pasal penggelapan dalam jabatan, setelah didalami kemudian ditemukan ada aliran dan serta kejahatan yang terdapat dalam UU Perbankan. Para tersangka dikenakan primer Tindak Pidana pencucian uang TPPU, Pasal 2 ayat 1 Huruf B dan I, Pasal 3 dan Pasal 4 serta Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010. Kemudian pasal 49 ayat 1 dan 2 Jo Pasal 14 UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan serta Pasal 374 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 dan pasal 56 KUHP. (LP2/red)