MANOKWARI, Linkpapua.com- Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, menegaskan bahwa pemerintahannya diberi waktu 12 bulan oleh pemerintah pusat, untuk menyelesaikan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) sebagai aturan dari acuan pelaksanaan Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus).
“Kita diberikan waktu 12 bulan. Untuk itu, kita minta masyarakat agar tidak terprovokasi dengan pihak-pihak yang terus melontarkan penolakan. Mari jadikan pengesahan ini sebagai momentum perubahan dalam rangka pembangunan di tanah Papua, demi kesejahteraan orang asli Papua (OAP),” kata Dominggus dalam sesi konferensi pers, Kami (15/7/2021).
Sementara, Wakil Gubernur (Wagub) Papua Barat, Muhammad Lakotani, menjelaskan pengesahan Rancangan Undang-undang Otonomi Khusus (RUU Otsus) menjadi Undang-undang telah mengakomodasi hak-hak politik OAP. Itu tertuang dalam Pasal 28 Undang-undang Otsus yang telah disahkan.
“Pasal 28, misalnya, rekrutmen politik oleh partai politik nasional di daerah dilakukan dengan memprioritaskan OAP. Jadi di situ ada proteksi kepada hak-hak politik OAP,” kata Lakotani dalam sesi konferensi pers yang digelar di Ballroom Aston Niu Hotel Manokwari itu.
Lakotani melanjutkan, dengan adanya perubahan tersebut, maka representasi OAP di parlemen provinsi maupun kabupaten/kota makin besar. Sebab, perubahan tersebut mengakomodasi 1/4 kali jumlah parlemen hasil Pemilu di seluruh kabupaten se-Papua, sedangkan 30 persennya mengakomodasi perempuan sebagai legislator.
“Jadi pengesahan Undang-undang Otsus telah mengakomodir hak-hak politik OAP. Kita (Pemerintah Provinsi Papua Barat) berharap, ke depan OAP di parlemen provinsi maupun kabupaten semakin representatif,” kata Lakotani.
Ketua Fraksi Otsus, George Dedaida, menambahkan pihaknya mendorong pengangkatan parlemen jalur afirmasi Otsus di daerah (kabupaten/kota). Untuk mewujudkan itu, menurut Dedaida, dibutuhkan dukungan terutama dari seluruh OAP. Sebab, banyak peraturan turunan pelaksanaan Undang-undang Otsus yang harus diselesaikan dalam waktu singkat.
“Kami (Fraksi Otsus) mendorong pembetukan anggota dewan afirmasi di kabupaten/kota, tetapi untuk mewujudkan itu kita perlu regulasi (peraturan),” ujar Dedaida. “Kita butuh dukungan masyarakat karena pekerjaan kita banyak sekali pasca pengesahan. Untuk itu, pengesahan ini tidak perlu lagi diperdebatkan, sekarang saatnya membangun,” katanya lagi.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan RUU tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua menjadi Undang-undang.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna DPR RI ke-23 masa sidang V tahun 2020-2021. Dengan pengesahan ini, Otsus Papua berlanjut dan akan berakhir pada tahun 2041 mendatang.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, dalam rapat paripurna yang dipantau secara virtual, menjelaskan bahwa dalam pengesahan itu terdapat kebijakan afirmasi di bidang politik yang menjadi substansi yang cukup penting dalam Undang-undang Otsus Papua.
Kebijakan afirmasi tersebut, yakni dapat dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) dari OAP, dengan jumlah seperempat dari total anggota DPRK yang dipilih dalam Pemilu sehingga memberikan kesempatan kepada OAP terlibat di bidang politik. (LP7/Red)