BINTUNI, linkpapua.com – Masyarakat sipil dan adat di Kabupaten Teluk Bintuni mengecam langkah Bupati Petrus Kasihiw yang melaporkan Pius Nafurbenan atas dugaan pencemaran nama baik. Langkah Kasihiw dipandang sebagai upaya kriminisasi.
“Kami menolak secara tegas segala bentuk kriminalisasi dan upaya pembungkaman oleh Bupati Petrus Kasihiw MT. Kritikan terhadap pejabat negara merupakan hal biasa,” ujar para tokoh adat menanggapi laporan Bupati Kasihiw terhadap Pius, Selasa (5/4/2022).
Sehari sebelumnya Kasihiw mengancam akan melaporkan Pius atas tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik. Pius dilaporkan usai menyuarakan kritik terhadap Kasihiw.
Pius dalam sebuah pertemuan dengan masyarakat adat mengkritisi kinerja Kasihiw. Ia menilai Kasihiw tak bisa memahami kesulitan masyarakat.
“Saya sebagai tokoh masyarakat berhak untuk mengutarakan pendapat. Mengutarakan pendapat adalah hal biasa apalagi ini terjadi di kantor lembaga masyarakat Adat Tujuh Suku. Karena ini kegiatan yang berlangsung di lembaga tujuh suku maka seharusnya Bupati membicarakan ini di rumah adat tujuh suku. Namun saya sendiri merasa kaget karena saya justru dilaporkan,” ketus Pius.
Sementara itu masyarakat adat meminta Bupati Kasihiw lebih bijak menanggapi kritik. Menurut mereka, kritik adalah dinamika biasa di negara demokrasi.
“Bupati tidak boleh jadi antikritik. Kritik itu biasa. Itu bentuk pengawasan dan kontrol terhadap jalannya pemerintahan,” katanya.
Engelbertus Kofiaga, sebagai Kepala Suku Irarutu menyampaikan bahwa persoalan ini merupakan persoalan adat karena kejadiannya di Kantor LMA Tujuh Suku,
“Saya harap bupati dan pihak kepolisian melalui mekanisme adat. Saya tidak setuju persoalan ini dibawa ke ranah hukum. Kemudian untuk kuasa hukum Bupati, Yohanes Akwan, dia tidak merasakan apa yang masyarakat rasakan,” ujarnya.
Menurutnya, masyarakat sudah resah. Masyarakat mau ketemu Bupati juga susah.
“Masyarakat ini kan yang pilih Bupati dia, jadi persoalan ini hanya sekadar menyoroti kepemimpinan atau kinerja dari bupati. Saya akan mengambil langkah adat untuk menuntut balik nama baik masyarakat adat saya dari suku Irarutu,” ketusnya.
Samuel Orocomna dari Perwakilan Pemuda Teluk Bintuni juga mendukung Pius Nafurbenan. Menurut Sam, Pius sama sekali tidak menjelekkan Bupati. Dia dalam kapasitas mengontrol situasi yang terjadi baik dari sisi pemerintah, ekonomi, sosial, budaya.
“Masyarakat mengkritik agar tidak boleh terjadi lagi hal yang serupa di masa depan. Bukan berarti mereka menjelekkan tapi sekadar memberikan masukan. Sebagai pemerintah daerah, harus bersedia dikritik dan siap dimonitoring,” tandas Sam.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Piter Masakoda, mewakili Pemuda 7 Suku di Kabupaten Teluk Bintuni. Ia menilai bupati terlalu reaktif.
“Saya mendukung pak Pius Nafurbenan dan memang dia bicara fakta dan ini terjadi di Bintuni. Semua orang merasakan dan tidak usah menutupi kesalahan. Sebab saya juga ada di kantor lembaga adat dan menyaksikan Pak Pius Bicara pada saat itu. Harapan saya kepada Kepala Kepolisian Resort Teluk Bintuni untuk tidak memproses kasus kriminalisasi masyarakat adat ini,” pintanya.
Roy Masyewi, selaku perwakilan pemuda dari Suku Wamesa menyampaikan bahwa apa yang terjadi saat ini adalah ranah adat. Karena kejadiannya di lembaga adat.
Roy juga mempertanyakan eksistensi Lembaga Bantuan Hukum yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni. Lembaga Bantuan Hukum itu diberikan kepada siapa? Apakah untuk melayani masyarakat atau melayani pejabat negara?
“Pada forum itu juga banyak mama mama yang juga menyampaikan hal yg sama. Jadi pihak kepolisian harus mempertimbangkan ini dengan merekomendasikan untuk diselesaikan di lembaga adat,” tukasnya lagi.
Anselmus Kofiaga, Perwakilan Tokoh Pemuda Irarutu menyampaikan, tidak ada persoalan hukum terkait apa yang diutarakan Pius Nafurbenan. Semua hanya aspirasi. Tidak ada fitnah.
“Namanya aspirasi, intinya bahwa yang punya aspirasi adalah masyarakat jadi pemerintah setidaknya harus menerima. Saya juga melihat video yang tersebar itu hanya sebagian kecil yang diambil, tidak melihat video secara keseluruhan. Tetapi kami tetap tuntut nama baik dari Suku Irarut dan kami tetap menyelesaikan dengan jalur rumah adat,” katanya.
Sulfianto Alias dari Perkumpulan Panah Papua menyampaikan bahwa apa yang disampaikan oleh Pius Nafurbenan adalah hal yang lumrah dan wajar. Hal ini disampaikan berdasarkan pengalaman sebagai tokoh masyarakat adat dan tokoh yang ikut menjaga Teluk Bintuni menjadi lebih baik.
“Banyak jasa beliau terhadap kabupaten ini terutama pada saat menjabat Guru bantu selama 6 tahun di Warganusa, Distrik Kaitaro, Kepala Sekolah Dasar di Distrik Babo selama 20 Tahun dan pada 2003 bekerja di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Teluk Bintuni. Beliau juga pernah menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Teluk Bintuni dalam pergantian antar waktu (PAW). Kondisi Teluk Bintuni sedang tidak baik baik saja sehingga Bapak Pius Nafurbenan melakukan kritik kepada kepala daerah untuk kebaikan bersama yaitu membangun Teluk Bintuni yang lebih baik lagi,” paparnya. (*/red)