25.9 C
Manokwari
Selasa, Mei 13, 2025
25.9 C
Manokwari
More

    LP3BH Desak Langkah Konkret Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Papua

    Published on

    MANOKWARI, Linkpapua.com – Para aktivis HAM menilai pemerintah tak menunjukkan kesungguhan untuk menuntaskan kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Papua. Hingga pengujung 2021, belum ada langkah konkret dari negara.

    “Sesungguhnya Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia telah memiliki mekanisme hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Tapi itu tidak terjadi,” ujar Direktur Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy dalam keterangannya, Rabu (29/12/2021).

    Warinussy mempertanyakan komitmen negara. Pasalnya, Indonesia telah memiliki hukum materil tentang HAM yang termuat dalam UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Kemudian kata dia, Indonesia juga telah memiliki hukum formal HAM yang termuat dalam UU RI No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.

    “Bahkan Indonesia juga telah meratifikasi beberapa kovenan dan konvensi internasional tentang HAM. Seperti Kovenan internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Sipil) maupun Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob). Juga Deklarasi Universal Tentang HAM pada beberapa bagiannya telah diadopsi ke dalam UUD 1945 serta aturan hukum lain mengenai HAM di Indonesia,” papar Warinussy.

    Baca juga:  Tim Desk Pilkada Pemprov Papua Barat akan Monitoring Persiapan di 7 Kabupaten  

    Dari semua itu, Warinussy melihat bahwa sesungguhnya terdapat ruang hukum yang sangat memadai bagi penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua saat ini. Hanya saja menjadi tanda tanya, mengapa belum ada langkah konkret negara menyelesaikannya.

    “Padahal kita punya ruang hukum yang sangat memadai untuk itu,” ketusnya.

    Apalagi semenjak diundangkannya UU RI No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada tanggal 21 November 2001, dimana dalam konsideran menimbang huruf e dengan jelas terdapat “pengakuan” negara bahwa persoalan pelanggaran HAM termasuk salah satu isu krusial yang belum dilaksanakan oleh negara sepanjang masa sebelum adanya kebijakan Otsus bagi Tanah Papua.

    Itulah sebabnya kata Warinussy, di dalam amanat pasal 45 dan pasal 46 serta pasal 47 UU Otsus Papua tersebut disediakan mekanisme dan prosedur penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM (berat) tersebut di Tanah Papua.

    Baca juga:  Hermus Indou Sampaikan Duka Cita Meninggalnya Bastian Salabay

    “Sayangnya, selama 20 tahun kebijakan Otsus diberlakukan di Tanah Papua, sama sekali amanat pasal 45 dan pasal 46 maupun pasal 47 tersebut tidak dibahas ataupun disentuh sama sekali,” tandas dia.

    Masih kata Warinussy, fakta yang terjadi yaitu bahwa persoalan dan harapan serta amanat penderitaan para korban dan keluarga korban kasus dugaan pelanggaran HAM Berat di Wasior 2001, Wamena 2003, Paniai 2014 dan Manokwari 2016 hingga kini belum terjawab oleh negara.

    Meskipun ada langkah pembentukan Tim Penyidik Kasus Paniai dengan kekuatan 22 jaksa senior oleh Jaksa Agung RI belum lama ini, namun langkah tersebut menurut Warinussy, masih penuh teka teki.

    “Apakah akan maju dan memulai menindaklanjuti hasil penyelidikan yang telah bertahun-tahun dikerjakan oleh Komnas HAM RI sebagai lembaga penyelidik sesuai amanat UU RI No. 26 Tahun 2000? Ataukah akan sekedar “lip service” belaka yang mengemuka jelang peringatan 76 Tahun hari HAM Internasional tahun 2021 lalu? Bagi saya selaku salah satu Advokat dan Pembela HAM (Human Rights Defenders) di Tanah Papua, kami bersama para korban dugaaan pelanggaran HAM berat tersebut ingin melihat dan menyaksikan dan merasakan bagaimana negara Indonesia mampu membawa para pelaku dan atau terduga pelaku pelanggaran HAM Wasior, Wamena, Paniai, Manokwari, pembunuh pendeta Zenambani serta kasus lainnya ke hadapan Pengadilan HAM di Tanah Papua untuk mempertanggungjawabkan perbuatan dan keputusan nya yang telah meninggalkan bekas luka derita panjang korban dari masa ke masa di tanah Papua,” ucapnya.

    Baca juga:  Warinussy Puji Langkah Maju Kasus Yayasan Tipari: Ada Titik Terang

    Warinussy masih berharap, tahun 2021 menjadi momentum penting bagi dimulainya langkah konkret negara untuk meletakkan dasar penting sebagai legacy bagi penegakan hukum dalam konteks penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua. Baik melalui jalur hukum maupun melalui cara pengungkapan kebenaran di awal tahun 2022 mendatang. (LP2/Red)

    Latest articles

    Pemkab Bintuni Benahi Ruang Publik Telantar, Dimulai dari Taman Bangkit Bintuniku

    0
    TELUK BINTUNI, LinkPapua.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Teluk Bintuni, Papua Barat, mulai membenahi sejumlah ruang publik yang bertahun-tahun telantar dan rusak. Langkah awal dimulai...

    More like this

    Pemkab Bintuni Benahi Ruang Publik Telantar, Dimulai dari Taman Bangkit Bintuniku

    TELUK BINTUNI, LinkPapua.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Teluk Bintuni, Papua Barat, mulai membenahi sejumlah...

    Jembatan Kali Obie Bintuni Mangkrak Tiga Tahun, Warga Terpaksa Bangun Jembatan Darurat

    TELUK BINTUNI, LinkPapua.com – Sudah tiga tahun lebih pembangunan Jembatan Kali Obie di Kampung...

    Hadiri Pembukaan Liga Futsal Nusantara Regional Papua Barat, Mugiyono Motivasi para Pemain

    MANOKWARI, Linkpapua.com- Wakil Bupati Manokwari bersama Pimpinan Forkopimda Papua Barat menghadiri pembukaan Liga Futsal...