SORONG, Linkpapua.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Papua Barat meminta pemerintah Indonesia di bawah membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua.
Aktivis KontraS Papua Barat, Markus Fatem, menilai kehadiran institusi ini sangat baik dan bermanfaat bagi warga negara Indonesia, khususnya orang asli Papua (OAP), di tanah Papua untuk mencari kepastian hukum dan keadilan atas hak asasi manusianya.
“Harus dibentuk. Pengadilan Hak Asasi Manusia sangat urgen di Papua, baik itu Papua ataupun Papua Barat. Intinya terbentuk dulu dan soal status wilayahnya itu teknis saja,” kata Markus dalam rilisnya, Senin (12/9/2022).
Markus mengungkapkan, sudah ada Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM di Indonesia. “Namun, belum ada dukungan politik yang baik untuk jalankan praktik UU tersebut oleh dari pemerintah pusat di Jakarta,” tuturnya.
Oleh karena tidak ada dukungan itu, proses penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM dan konflik antara aparat TNI/Polri, penembakan dan pembunuhan secara paksa dan semena-mena belum dapat diajukan dan diselesaikan di Pengadilan HAM.
“Kasus pelanggaran HAM di Papua kurun waktu medio 1998 sampai 2022, seperti kasus Biak Berdarah Juli 1998, kasus Wasior Berdarah Juni 2001, kasus Wamena Berdarah April 2003, kasus Unceb Berdarah Maret 2006, kasus Abepura Berdarah 2008, kasus Paniai Berdarah Desember 2014, Kasus Mutilasi Agustus 2022,” beber Markus. (*/Red)