MANOKWARI,Linkpapua.com – Panitia Khusus (Pansus) Otonomi Khusus (Otsus Papua) DPR RI bersama pemerintah pusat tengah membahas revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang UU Otsus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat.
Anggota DPD RI perwakilan Papua Barat, Filep Wamafma, berharap pemerintah melibatkan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) sebagaimana mekanisme formal yang berlaku.
“Pelibatan MRP dan MRPB merupakan amanat UU Otsus Papua. Kedua lembaga tersebut juga merupakan representasi kultural orang asli Papua (OAP) yang juga bertanggung jawab atas perlindungan hak dan kesejahteraan masyarakat Papua terutama OAP,” kata sang senator, Sabtu (19/6/2021).
MRP dan MRP PB, lanjut dia, secara undang-undang adalah bagian dari pada pemerintah di daerah yang berkewajiban untuk memberikan kepastian, proteksi, dan pertimbangan-pertimbangan terkait dengan implementasi UU Otsus.
“Keterwakilan dari lembaga MRP selain sebagai mitra pemerintah, juga sebagai representasi lembaga yang mewakili kultur perempuan, penghormatan terhadap adat dan budaya di tanah Papua,” imbuhnya.
Filep mengatakan, apabila syarat formal tersebut diabaikan oleh pemerintah pusat tanpa memperhatikan hak melalui keterlibatan MRP dan MRPB sesuai dengan prosedur formal pengusulan RUU dan sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang, sehebat apa pun undang-undang disahkan UU Otsus tidak akan pernah mampu terwujud di tanah Papua.
“20 tahun yang lalu menjadi catatan sejarah kelam dan jika rakyat Papua menjadi apatis terhadap kebijakan otsus, maka yang ada adalah perlawanan rakyat terhadap pemerintah, perlawanan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan apa yang diharapkan tidak tercapai yaitu tujuan bernegara dan cita-cita kebangsaan tidak akan pernah terwujud,” tegasnya.
Filep juga menyampaikan apresiasi kepada Pansus Otsus DPR RI dan pemerintah yang telah memahami aspirasi bahwa revisi Otsus tidak hanya terbatas pada dua pasal.
Filep yang juga sebagai Ketua Timja Otsus Papua DPD RI mengatakan, pemerintah harus membuka ruang dan kesempatan kepada semua pihak termasuk MRP dan MRP PB serta para stakeholder di daerah sesuai mekanisme formal untuk terlibat dalam pembahasan RUU Otsus.
Menurutnya, apabila hal tersebut dilaksanakan maka UU Otsus yang disahkan nantinya akan menjadi kewajiban bagi semua pihak sebagai warga negara dalam melaksanakan UU Otsus dan menghindari apatisme berbagai pihak terutama masyarakat Papua.
“Kita berharap Presiden Jokowi (Joko Widodo) dapat bijak untuk melihat situasi dengan terlebih dahulu melakukan dialog dengan lembaga dan pihak terkait dalam rangka mewujudkan Papua damai menuju Papua yang sejahtera, adil, dan makmur,” ujar Filep.
Sebelumnya, MRP dan MRPB telah mengajukan sengketa kewenangan lembaga kepada MK yang berisi permohonan kepada Presiden Jokowi untuk menghentikan sementara seluruh tahapan pembahasan perubahan kedua Rancangan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua sampai dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi.
MRP/B juga memohon untuk adanya putusan yang menyatakan termohon (Presiden Republik Indonesia) tidak memiliki kewenangan konstitusional untuk mengusulkan perubahan kedua UU Nomor 21 Tahun 2001.
Atas adanya gejolak politik tersebut, Filep berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali untuk menemukan solusi yang tepat demi kedamaian dan kesejahteraan masyarakat Papua. (LP3/Red)





