MANOKWARI, linkpapua.com – Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Pemkab Manokwari memantau aktivitas pengolahan limbah industri tahu/tempe. Dari hasil pengecekan, ditemukan adanya proses pembuangan limbah yang menyalahi standar.
“Ada indikasi pencemaran karena proses pengolahan yang tidak berstandar. Yang kedua dalam pengolahan tahu di Manokwari kita temukan adanya penggunaan cuka, atau asam asetat. Yaitu senyawa kimia asam organik yang digunakan untuk menambah rasa asam dan aroma ke dalam makanan,” terang
Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup Manokwari Miranti Iba, Sabtu (8/5/2021).
Menurut Miranti, dalam industri tahu/tempe memang tidak ada larangan penggunaan cuka. Tapi dalam batas tertentu.
Cuka dapat digunakan sebagai campuran pada makanan karena termasuk dalam kategori asam asetat cair. Zat ini tidak berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah sedikit.
“Termasuk itu yang jadi pantauan kita. Dan bagaimana pengolahan limbahnya. Apakah memenuhi standar atau tidak,” katanya.
2021 Pemerintah Kabupaten Manokwari, telah memberikan dukungan berupa bantuan pengadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Domestik kepada dua pelaku usaha tahu. Sementara di Manokwari ada 9 industri tahu. IPAL standar ini yang coba diterapkan pada 9 usaha itu.
Salah satu pelaku usaha tahu, Sakur Efendi yang telah menggeluti usaha ini sejak tahun 1998 mengakui bahwa air limbah dari hasil pengolahan tahu langsung di buang ke aliran air (kali) yang bersebelahan dengan pabrik. Dan semua menuju ke Pantai Wosi.
Dirinya juga mengakui bahwa sampai saat ini ia belum memiliki SPPL. Ia berjanji akan segera melengkapi usahanya dengan SPPL.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan Hidup dan Keanekaragaman Hayati, Yohanes Ada’ Lebang, menjelaskan bahwa dari hasil kunjungan, selain air limbah yang belum terkelola secara baik dengan penggunaan asam cuka (penggumpal), limbah juga masih dibuang langsung ke kali dan laut.
“Sebagian besar belum memiliki SPPL. Adanya penggunaan air untuk pembuatan tahu yang berasal dari sumur bor/air tangki, untuk dua tahun terakhir belum dilakukan pengambilan sampel airnya oleh Dinas Kesehatan yang sebelumnya sering dilakukan,” jelasnya.
Ke depan pemkab akan terus mendorong adanya pembinaan kepada pelaku usaha tahu. Tidak hanya pengadaan IPAL domestik, tetapi dukungan teknologi pengelolaan tahu yang lebih baik dan layak dari kondisi saat ini.
Dengan standar demikian kata Yohanes, akan menjamin produksi tahu yang higenis dan mampu meningkatkan taraf hidup pelaku usaha.
Yohanes menjelaskan, saat ini dibutuhkan pelibatan bersama antara pemprov dan pemkab agar bisa menghadirkan alat pemantau kualitas air otomatis. Alat ini penting untuk mendeteksi kualitas air akibat pencemaran limbah.
Hasil pemantauan limbah tahu dan tempe selama dua hari itu akan dirumuskan bersama. Pihak DLH akan menentukan langkah selanjutnya agar pencemaran limbah bisa diminimalisir dampaknya.(LP3/Red)