Manokwari-Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Papua Barat menyarankan sekolah tidak ter buru-buru untuk menerapkan kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan metode tatap.
“Memang berat dan serba dilematis. Sistem daring, pembelajaran untuk anak-anak tidak optimal. Dalam situasi pandemi ini kalau dipaksakan kita akan berhadapan dengan risiko kesehatan,” kata Juru Gugus Tugas COVID-19 Provinsi Papua Barat, Arnoldus Tiniap , Jumat (14/8/2020)
Ia menyebutkan, penyebaran virus Corona di Papua Barat masih cukup tinggi terutama di Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Manokwari dan Teluk Wondama. Tatap muka KBM di sekolah memiliki risiko penularan cukup tinggi.
Menurutnya, pemerintah kabupaten dan kota sebaiknya bersabar terutama di daerah zona merah dan zona kuning. Di sisi lain sistem daring atau belajar dirumah dan metode yang lain agar dioptimalkan seraya menunggu perkembangan epidemi di Papua Barat.
Arnold menekankan bahwa, kajian matang harus dilakukan sebelum menerapkan sistem tatap muka KBM, diantaranya tentang perkembangan epidemiologi.
“Secara akumulatif kasus COVID-19 di Papua Barat sedang dalam kondisi menanjak, belum ada tanda-tanda penurunan meskipun beberapa daerah saat ini sudah kembali ke zona kuning dan hijau,” katanya lagi.
Dari laporan Gugus Tugas COVID-19 di daerah, lanjut Arnold, jumlah konfirmasi positif di Papua Barat saat ini sudah mencapai 595 kasus. Jumlah kasus tertinggi terjadi di Kota Sorong disusup Kabupaten Sorong dan Manokwari.
“Teluk Wondama pun masih terus ada tambahan. Meskipun kasus di Wondama tidak sebanyak daerah lain tapi penambahan kasus yang terjadi belakangan ini patut jadi perhatian,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa, penularan COVID-19 dikalangan siswa atau pelajar SMP ke bawah harus dicegah. Pemerintah kabupaten dan kota memiliki peran cukup besar.
“Lebih baik kita bersabar antara dua sampai tiga bulan kedepan atau bahkan enam bulan kedepan. Tunggu sampai situasi benar-benar kondusif,” sebut Tiniap.
Untuk daerah zona hijau, tatap muka KBM bisa diterapkan namun harus diawali dengan kajian matang, mengingat penularan antar daerah sangat mungkin terjadi.
“Transportasi antar daerah di Papua Barat sangat terbuka, bukan tidak mungkin daerah yang sebetulnya sudah hijau akan berubah secara tiba-tiba jadi merah,” pungkasnya.(LPB1/Red)