JAKARTA, Linkpapua.com – Promovendus Sampe L Purba meraih gelar doktor ilmu pertahanan di Universitas Pertahanan Bogor, usai mempertahankan disertasinya di hadapan tim penguji, 17 Februari 2022. Dalam disertasinya ia memaparkan perlunya paradigma baru dalam pengelolaan migas di wilayah perbatasan negara.
Sampe yang merupakan Staf Ahli Menteri di Kementerian ESDM tampil dengan disertasi berjudul “Kebijakan Pengelolaan Migas Dalam Perspektif Pertahanan Negara di Wilayah Perbatasan Laut Andaman, Aceh”.
Dalam pemaparannya, Sampe menyebut ada tiga pertanyaan kunci yang merupakan fokus dan tujuan penelitiannya.
Pertama, terkait dengan posisi geostrategi wilayah perbatasan Aceh di ujung Selat Malaka sebagai gerbang kawasan Asia Pacific menuju wilayah Lautan Hindia.
Yang kedua adalah mengenai potensi sumber daya alam migas di wilayah yang frontier (terpencil) di lepas pantai dikaitkan dengan fasilitas pendukung yang telah tersedia di darat.
Yang terakhir adalah pilihan kebijakan publik untuk menjembatani sudut pandang kepentingan investor yang konkret dan mikro. Serta kepentingan pemerintah yang berdimensi lebih luas dan makro dalam perspektif pertahahan negara di wilayah perbatasan.
Metode penelitian menggunakan campuran kuasi kualitatif antara penggunaan parameter-parameter kuantitatif sumber daya di lapangan seperti Volumetrik dengan Montecarlo analysis, Minimum Economic Field Size, Expected Monetary Value, Decision Tree Analysis dan Internal Rate of Return (IRR).
Secara transformatif konkuren penelitian tersebut dipadukan dengan preferensi pilihan kebijakan berdasarkan metode modified Analytic Hierarchy Process (AHP) yang menguji kriteria utama aspek pertahanan keamanan versus non pertahanan keamanan yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, terhadap alternatif kebijakan Sumber Daya Manusia, Model Kontrak Migas, Infrastruktur dan Regulasi.
Sampe menyebutkan, hal-hal yang menarik dari penelitian akademisnya antara lain adalah bahwa perlu ada paradigma baru dalam kebijakan pengelolaan migas di wilayah perbatasan negara.
“Termasuk migas adalah bagian dari sumber daya nasional yang harus dapat sesewaktu difungsikan sebagai komponen pendukung dalam sistem pertahanan nasional. Pengelolaan migas di perbatasan harus mempertimbangkan secara komprehensif, terintegrasi dan holistik aspek geostrategi, geoekonomi dan geopolitik,” katanya.
Hasil penelitian Sampe menunjukkan bahwa dalam kebijakan pengelolaan migas di perbatasan dalam perspektif pertahanan negara, pada kriteria utama, aspek Pertahanan Keamanan menduduki skor yang tertinggi (24,40%), dibandingkan dengan elemen non pertahanan.
Faktor non pertahanan tertinggi adalah ekonomi 22,74%. Sementara dalam Alternatif pilihan kebijakan publik, infrastruktur menempati posisi tertinggi 29,87% disusul regulasi pada skor 28,56%.
Ia juga menjelaskan bahwa narasumber pendalaman disertasinya ada tiga kategori. Yaitu yang pertama mencakup aspek teknis, geostrategi dan policy migas. Yang kedua, menyangkut dimensi pertahanan, sedangkan yang ketiga menyangkut politik, keamanan, kebijakan publik dan korporasi.
Mereka adalah para level Pimpinan, Guru Besar, Militer (Perwira Tinggi Pemegang Kebijakan di Pusat, Operasional dan Komando), serta Pimpinan Perusahaan. Mereka adalah para Pejabat yang berwenang, berkompeten serta ahli di bidang masing-masing.
Adapun untuk AHP, melibatkan 60 orang responden, dari unsur TNI, ASN dan Korporasi, dengan level Eselon 1 -2, Perwira Tinggi dan Menengah, serta Direksi, Profesional dan Civil Society.
Dikaitkan dengan preposisi, dan hasil pendalaman kepada para nara sumber terpilih, maka preposisi terbukti, yakni di wilayah perbatasan, aspek HANKAM merupakan faktor terpenting, untuk mendukung pengem bangan ekonomi.
Menurut Sampe, dalam konteks kebijakan publik, diperlukan desain infrastruktur migas yang kompatibel dan saling mendukung dengan pertahanan negara, yang perlu dipayungi dengan instrumen regulasi. Model Kontrak Migas di wilayah perbatasan harus spesifik, yang dapat mengakomodir dimensi pertahanan negara, aspek teknis dan ekonomis.
Disertasi Sampe ini, menjadi menarik karena memadukan aspek kebijakan energi migas dengan kebijakan pertahanan.
Dalam pidato penutupannya, dia menyampaikan terima kasih dan keberuntungan besar, karena dibimbing langsung oleh Prof. Ir. Purnomo Yusgiantoro, M.Sc., M.A, Ph.D. yang pernah mengemban jabatan sebagai Menteri di dua bidang tersebut, Energi dan Pertahanan. Sebagai Co Promotor adalah Kol. Laut (KH) Dr. Ir. Yanif Dwi Kuntjoro, M.Si (seorang ahli AHP) dan Dr. Ing. Ir. Rachmat Sudibjo, Dipl.Ing, yang pernah lama sebagai DirJen Migas dan Kepala BPMIGAS.
Sidang Terbuka Disertasi itu, dipimpin langsung oleh Mayjen TNI Dr. Joni Widjayanto, S.Sos., M.M., CIQnR., CIQaR, CIPA yang adalah Direktur Program Doktor Ilmu Pertahanan di Universitas Pertahanan, dan tim penguji internal Mayjen TNI Dr. Ir. Susilo Adi Purwantoro, S.E., M.Eng.Sc., CIQnR., CIQaR., IPU, Laksda TNI (Purn) Dr. Drs. Ir. Suyono Thamrin, M.Eng., Dr. Herlina JR Saragih, M.Si., CIQnR., CIQaR. Adapun penguji eksternal adalah Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A (Guru besar Univ. Trisakti, dan Pejabat di Lemhannas) dan Prof. Dr. Otto R. Payangan, S.E, M.Si., CMA (Guru Besar Universitas Hasanuddin).
Sampai akhir acara yang berlangsung sekitar 3 jam, sekitar 150 orang mengikuti di zoom, termasuk di antaranya sekitar 12 orang Pejabat setingkat eselon 1 dari berbagai Kementerian, Lembaga serta Pimpinan Korporasi.
Dalam penutupannya, Prof Purnomo Yusgiantoro berharap agar novelti atau kebaruan dalam disertasi ini dapat diadopsi menjadi bagian dari kebijakan nasional dalam pengelolaan migas di perbatasan, dan dikaitkan dengan dimensi pertahanan negara. (LP2/Red)