BINTUNI, Linkpapua.com – Kepala Biro (Kabiro) Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Papua Barat, Roberth Kurniawan Ruslak Hammar, membeberkan hasil rangkuman pemaparan naskah akademik dan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang rencana pembangunan industri Kabupaten Teluk Bintuni 2022–2024.
Pemaparan naskah akademik dan Ranperda tentang rencana pembangunan industri Kabupaten Teluk Bintuni 2022–2024 berlangsung di Gedung Woman dan Child Center, Distrik Bintuni, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, Senin (20/9/2021).
Roberth menjelaskan, naskah akademik dan rancangan Ranperda dibuat dengan mengikut perundang-undangan yang lebih tinggi, baik format maupun isinya.
Untuk kegiatan hari ini, kata dia, adalah pemaparan pertama untuk mendapatkan masukan. Hasilnya, ada beberapa yang menjadi perhatian. Semuanya ditampung untuk jadi pertimbangan selanjutnya.
“Saya pikir tidak salah kalau ada pengembangan subtansinya. Walaupun apa yang disampaikan oleh para tokoh adat atau tokoh masyarakat berkaitan dengan persoalan tanah, tenaga kerja, persebaran kawasan. Itu lampiran-lampirannya yang nanti ditindaklanjuti,” kata Roberth.
“Tetapi, tidak ada salahnya. Apa yang mereka sampaikan itu akan saya masukkan ke dalam klausul di bab atau pasal agar ada cantolannya,” imbuhnya.
Dia menyebutkan, apa yang disampaikan berkaitan dengan dengan berbagai peraturan daerah (perda) yang sudah terbit sebelumnya. Misalnya, perda tentang pengusaha asli Papua. “Ada juga di perda DBH (Dana Bagi Hasil) dan Otsus (Otonomi Khusus). Juga pendidikan. Tidak salahnya kita tambah lagi di sini. Memasukkan itu juga di perda ini,” kata dia.
“Mungkin dengan perda ini lebih mengingatkan para pengusaha agar ada keseimbangan dan dengan perda ini. Baik juga buat pemerintah Teluk Bintuni untuk lebih mendorong segera terjadi pengakuan terhadap masyarakat hukum adat,” ucapnya lagi.
Roberth mengatakan, kabupaten/kota di Papua Barat, termasuk Teluk Bintuni, punya “pekerjaan rumah” ke depannya. Yakni, daerah punya banyak perda, tetapi belum banyak yang diakui. Yang diakui hanya penelitian LSM, kemudian di Teluk Bintuni lebih banyak pengakuannya berbasis marga.
“Poin pentingnya apa yang kami lakukan, arah kami ke arah perlindungan masyarakat hukum adat, kami tetap bekerja dalam konteks negara, tetapi memberikan perlindungan kepada masyarakat hukum adat,” tuturnya. (LP5/Red)