MANOKWARI, Linkpapua.com -Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) Provinsi Papua Barat menghasilkan rumusan yang menjadi rekomendasi dalam rangka tranformasi kesehatan. Ada enam poin rekomendasi yang dikeluarkan, dan seluruhnya merujuk pada transformasi pelayanan.
“Rapat Kerja Kesehatan Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2023 menghasilkan rekomendasi yang akan menjadi tindak lanjut daerah dalam harmoni percepatan transformasi kesehatan pusat, provinsi dan kabupaten. Ada 6 pilar yang dihasilkan. Ini akan menjadi acuan transformasi pelayanan kesehatan,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat, Otto Parorongan dalam konferensi pers, Rabu (29/3/2023) malam.
Otto menjelaskan, pada pilar pertama transformasi layanan primer ada sejumlah rekomendasi kepada Dinkes Papua barat dengan melibatkan Dinas Kesehatan Manokwari, puskesmas serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung.
Pilar kedua yakni transformasi layanan rujukan kepada Dinas Kesehatan Provinsi. Di mana diminta menyusun formasi kebutuhan dokter spesialis di tingkat provinsi.
“Pembiayaan PPOS/PPDGS melalui anggaran Otonomi Khusus. Melakukan advokasi hasil analisis besaran insentif nakes kepada pemerintah provinsi untuk legalisasi besaran insentif nakes provinsi,” jelasnya.
Selanjutnya, melakukan verifikasi dan validasi data SPA secara berkala serta menggunakan data SPA sebagai dasar advokasi pengusulan pemenuhan SPA ke pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Menurut Otto, kepada dinas kesehatan kbupaten diminta melakukan verifikasi data analisis beban kerja dan rencana kebutuhan dokter spesialis dari rumah sakit. Lalu penyediaan insentif dan fasilitas penunjang tenaga kesehatan. Termasuk melakukan analisis besaran insentif tenaga kesehatan tingkat kabupaten .
“Melakukan verifikasi dan validasi deta SPA secara berkala dan Menggunakan data SPA sebagai dasar advokasi pengusulan pemenuhan SPA ke pemda dan pemerintah pusat,” papar Otto.
Pada pilar ketiga yakni Transformasi Ketahanan Sektor Farmasi dan Alat Kesehatan. Yakni memastikan fungsi alat kesehatan yang digunakan sesuai standar melalui kalibrasi secara berkala.
Melaksanakan pelaporan ketersediaan obat esensial di fasyankes setiap bulan. Mengutamakan penggunaan ALKES dalam negeri serta pengadaan fitofarmaka untuk terapi antihipertensi, antidiabet, gangguan lambung, Immunomodulator, hyposibuminemis, yang sudah ada dalam & catalog.
Pilar keempat yakni Transformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi PB diminta memfasilitasi advokasi kepada pemerintah daerah dalam penyusunan regulasi deteksi dini PTM.
“Melakukan advokasi kepada swasta untuk mengalokasikan dana CSR terkait skrining PTM. Melakukan advokasi kepada swasta untuk mengalokasikan dana CSR terkait pembiayaan program kesehatan,” ujar Otto.
Kemudian melakukan verifikasi kepesertaan JKN dari segmen PBI terintegrasi dengan dinas sosial. Dinas Kesehatan membuat usulan regulasi fleksibilitas pengunaan dana BOK ke pusat. Serta melakukan advokasi peran pemerintah daerah dalam pengalokasian dana iperasional puskesmas.
Dinas Kesehatan Kabupaten juga menyusun dan memfasilitasi jejaring antara rumah sakit dan puskesmas. Melakukan advokasi kepada swasta untuk mengalokasikan dana CSR terkait skrining PTM.
Dinas Kesehatan juga membuat usulan regulasi fleksibilitas pengunaan dana BOK 6. Dinas Kesehatan mengalokasikan dana operasional Puskesmas di luar alokasi BOK.
Pilar kelima yakni Transformasi SDM Kesehatan. Rekomendasi yang diberikan pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan harus ditingkatkan dan merata. Pemenuhan sembilan jenis tenaga kesehatan di Puskesmas. Pemenuhan tujuh Jenis Dokter Spesialis di Rumah Sakit dan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kesehatan.
Pilar keenam transformasi Teknologi Informasi Kesehatan. Rekomendasi yang diberikan dukungan dan pengawasan program digitalisasi fasyankes.
Dalam hal ini termasuk pemenuhan infrastruktur dan perangkat digitalisasi untuk mendukung pelaporan secara online dan Alokasi SDM non kesehatan IT (Teknologi Informasi) dan penguatan kolaborasi stakehoider.(LP9/Red)