MANOKWARI, LinkPapua.com – Setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, bendahara panitia lokal Kongres Pemuda Katolik XVIII, YF, dibantarkan penyidik Kejati Papua Barat. Pembantaran ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dokter.
YF keluar dari ruangan penyidik, dengan kondisi dipapah kuasa hukum dan penyidik, menuju mobil tahanan kejaksaan. YF langsung dibawa ke RS TNI Angkatan Laut sekitar pukul 22.30 WIT, Selasa (5/9/2023) malam.
Kepala Kejati Papua Barat, Harli Siregar, menjelaskan YF dipanggil dengan status tersangka dan awalnya direncanakan untuk ditahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.
“Terkait dengan penahanan yang bersangkutan, tidak direkomendasikan dokter, sehingga penyidik berketetapan terhadap yang bersangkutan dilakukan pembantaran,” kata Harli.
Meskipun YF telah menerima perawatan medis setelah dinyatakan sebagai tersangka, kondisinya tidak memungkinkan untuk ditahan di rutan.
Sebagai catatan, YF telah ditetapkan tersangka Kejati Papua Barat pada 15 Agustus 2023. Saat itu, YF pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Kuasa hukum tersangka, Siria Silubun, menjelaskan mereka telah mengajukan permohonan pembantaran terhadap YF ke Kejati Papua Barat. Alasannya karena klien sakit berdasarkan hasil pemeriksaan dokter.
Siria juga menekankan YF baru pertama kali menjalani pemeriksaan sebagai tersangka setelah sebelumnya sudah diperiksa sebanyak tiga kali dengan status saksi.
Kongres Pemuda Katolik XVIII sedianya berlangsung di Papua Barat pada 2021 lalu. Panitia lokal kala itu mengajukan permohonan bantuan hibah ke Pemprov Papua Barat senilai Rp7 miliar yang hanya disetujui Rp3 miliar. Akan tetapi, kegiatan kongres dialihkan ke Semarang, Jawa Tengah, saat itu.
Atas kasus ini, kerugian negara berdasarkan hasil perhitungan BPK RI mencapai Rp3 miliar alias total loss.
Tersangka YF dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. (LP2/Red)